Suara.com - Timbul tenggelam, wacana penundaan Pemilu 2024 hingga perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo tidak juga kunjung padam. Sempat ramai jadi bahan perdebatan, isu itu menghilang, namun kekinian mencuat kembali.
TERBARU, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD melontarkan isu penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Dalam Rapat Pimpinan Lemhanas pada Rabu pekan lalu, Mahfud mengatakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak bisa dihalangi, karena tidak melanggar hukum.
Perlu ketegasan dan kepastian dari Jokowi untuk memendam dalam-dalam keinginan tersebut. Supaya ia bisa disebut negarawan dan tak haus akan kekuasaan.
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan menjadi wajib hukumnya bagi Jokowi untuk melaksanakan Pemilu sesuai jadwal yang telah direncanakan.
Baca Juga: Gibran Diberitakan Lumpuh Total hingga Meninggal Dunia, Reaksi Mas Wali: Aku Masih Pengen Hidup
Jokowi jangan justru meruntuhkan wibawa dan citranya sebagai presiden dengan membiarkan isu tunda Pemilu kian berkembang.
"Jadi kalaupun ada beberapa kelompok yang mewacanakan soal ini harusnya ditindak secara hukum. Jadi tidak sekadar kata kata, tapi ini harus ada perbuatan," kata Pangi kepada Suara.com, Senin (6/2/2023).
Sejauh ini, sikap tegas seperti demikian yang belum juga terlihat dari orang nomor satu di Republik Indonesia tersebut. Menurut Pangi Jokowi hanya menyikapi isunya secara retorika tanpa ada tindakan tegas.
Sebagai seorang presiden dan negarawan, Jokowi sepatutnya menyampaikan keberatan, bahkan mempidanakan pihak-pihak yang terlibat gerakan memperpanjang masa jabatan presiden.
"Supaya ada efek jera, tidak ada yang mencoba main main lagi dengan isu penambahan masa jabatan presiden," ujar Pangi.
Baca Juga: CEK FAKTA: Deklarasi Jokowi Tambah Satu Periode Lagi Digelar 4 Februari 2023, Benarkah?
"Apalagi isu ini siapa yang punya mainan? Apakah ini oligarki? Atau kelompok kepentingan, orang-orang yang ingin sengaja merusak wibawa, menghancurkan citra Presiden Jokowi," sambungnya.
Menurut Pangi, isu penundaan Pemilu seharusnya sudah padam dan tidak ada gerakan secara diam-diam untuk mewujudkannya. Mengingat penundaan Pemilu untuk memperpanjang masa jabatan presiden merupakan tindakan yang bisa mencederai demokrasi.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya semua pihak melawan gerakan-gerakan yang ingin memainkan isu-isu penundaan Pemilu.
"Kita sudah tahu bahwa mereka ini sudah kalah dan menyerah, tetapi tetap saja ada kelompok-kelompok yang ingin menyuarakan, menggelorakan, memancing-mancing kembali. Sebenarnya isu ini sudah tidak punya roh lagi, tidak punya kekuatan lagi, tiba-tiba diangkat lagi, muncul dan tenggelam," tuturnya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Resarch and Consulting ini menyarankan agar partai politik yang mendukung bahkan ikut mendanai usulan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden agar diboikot, didiskualifikasi sebagai paserta Pemilu 2024.
Tindakan tegas itu untuk memberikan pelajaran kepada partai politik bahwa kekuasaan ada batasnya, sehingga jangan dipermainkan.
"Jadi ini harus dilawan, kalau bisa diboikot partai politiknya. Pak Jokowinya jangan hanya manis pada kata-kata, perbuatannya mana? Presiden harus punya strong leadership dong, itu yang penting," kata Pangi.
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi melihat wacana penundaan Pemilu memang sengaja dihembuskan dari kelompok tertentu yang menginginkan jabatan Jokowi sebagai presiden diperpanjang. Tujuannya kelompok kepentingan itu tentu untuk mencari dan mendapat keuntungan jika jabatan Jokowi diperpanjang.
"Jadi sepanjang tidak ada langkah konkret pada perubahan konstitusi maka kita anggap ini hanya wacana saja. Kecuali memang ada langkah konkret dari MPR ini yang perlu diambil langkah strategis," kata Asrinaldi.
Meskipun menilai masih sebatas wacana, tetapi Jokowi seharusnya peka bahwa wacana itu terlalu berisiko tinggi jika direncanakan apalagi direalisasikan.
"Terlalu berisiko bagi Presiden Jokowi mewacanakan dan melaksanakan ini karena akan membuat negara tidak stabil ke depannya, pada akhirnya Indonesia akan menjadi negara otoritarian kembali," tuturnya.
Di Balik Perpanjangan Masa Jabatan Kades
Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dan Big Data Continuum menyampaikan analisisnya terkait isu perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades merupakan agenda terselubung untuk penundaan Pemilu 2024.
Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi (LP3ES) Wijayanto menjelaskan, diskusi mengenai masa jabatan kades merupakan siasat tunda Pemilu 2024 menjadi topik yang paling dominan, yakni sebesar 35,8 persen.
Perpanjangan kades membuka celah untuk usulan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Kalau kades bisa diperpanjang, presiden juga bisa diperpanjang. Kira-kira begitu," kata Wijayanto dalam diskusi bertajuk 'Dinamika Politik Menuju 2023: Apa Kata Big Data?' pada Minggu (5/2) kemarin.
Sementara itu, pendiri Continuum Big Data Center Didik J Rachbini mengungkapkan isu penundaan Pemilu 2024 telah didengungkan oleh sejumlah anggota kabinet Jokowi sejak lama. Bahkan beberapa menteri menyuarakan isu presiden tiga periode.
"Alasannya bahwa presiden yang berkuasa sekarang itu baik dan bagus," ujar Didik.
Menurut dia, kunci wacana presiden tiga periode sekarang berada di tangan PDI Perjuangan. Bila PDIP tidak menolak wacana ini, maka tak menutup kemungkinan perpanjangan masa jabatan presiden bakal terealisasi. Sebab 80 persen suara di DPR dan MPR sudah dikuasai oleh pemerintahan Jokowi, nyaris tak ada oposisi.
Diklaim Tidak Langgar Hukum
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan isu penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak bersumber dari internal pemerintah.
"Kalau dari pemerintah, jelas. Bahwa kemudian ada pikiran-pikiran lain, saya katakan itu di luar pemerintah dan itu hak," kata Mahfud saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan Penyampaian Arah Kebijakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Gedung Pancagatra, kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (1/2) pekan lalu.
Menurut dia, aspirasi seseorang untuk menunda penyelenggaraan pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden tidak bisa dihalangi, karena itu merupakan tindakan yang tidak melanggar hukum.
"Kita tidak bisa menghalangi kalau seorang ketua partai politik, kelompok masyarakat tertentu, berwacana itu (masa jabatan presiden) harus diperpanjang. Itu kan ya tidak melanggar hukum," ujarnya.
Dia menambahkan jika ada gerakan atau gerilya mengenai penundaan pemilu, maka hal itu terkait dengan persoalan di luar ranah politik.
"Masalah yang mungkin harus kita hadapi, situasi di balik layar, bukan soal-soal politik internal yang seperti itu. Misalnya, bencana alam, geopolitik, kejadian luar biasa," jelasnya.
Di luar persoalan beragam aspirasi tersebut, dia menyampaikan sejauh ini Pemerintah telah mempersiapkan penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, detail lain soal pemilu, mulai dari persoalan prosedural, kelembagaan, hingga aturan mengenai pesta demokrasi, sudah disiapkan oleh pihak penyelenggara.
"Sampai saat ini, kesiapan kita itu kalau secara internal, prosedural, personel, kelembagaan, aturan-aturan; itu sudah kami siapkan semua. Tahapan-tahapannya sudah kami siapkan. Kita akan pemilu tahun 2024," tutur Mahfud.
Sebagaimana diketahui, isu perpanjangan masa jabatan presiden sudah santer jadi pembicaraan publik sejak 2019. Isu itu sempat tenggelam, namun mencuat lagi ketika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia melontarkan kembali pada awal Januari 2022.
Tak berselang lama, wacana itu kemudian juga didengungkan ketua umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, ketua umum Golkar Airlangga Hartarto dan ketua umum PAN Zulkifli Hasan.
Mulanya Presiden Jokowi sempat menentang wacana tersebut. Dia memastikan akan berjalan sesuai konstitusi, tidak ada perpanjangan masa jabatan presiden.
Namun belakangan Jokowi melunak, memberi sinyal positif atas isu tersebut. Dalam forum Musyawarah Rakyat Indonesia yang digelar relawan Jokowi di Bandung pada 28 September 2022, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak menolak wacana tiga periode tersebut.
"Kita negara demokrasi, jangan baru ngomong tiga periode, kita sudah ramai," ucapnya.