Benarkah Lubang di Gendang Telinga Bisa Ganggu Pendengaran? Ini Penjelasannya

Riki Chandra Suara.Com
Jum'at, 21 Maret 2025 | 16:44 WIB
Benarkah Lubang di Gendang Telinga Bisa Ganggu Pendengaran? Ini Penjelasannya
Lubang pada gendang telinga dapat disebabkan oleh luka hingga infeksi yang dapat mengganggu pendengaran. [Dok. Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lubang di gendang telinga dapat terjadi akibat luka atau infeksi dan berpotensi mengganggu fungsi pendengaran.

Dokter Spesialis THT Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rangga Rayendra Saleh mengatakan, kondisi lubang di gendang telinga juga dapat disebabkan oleh trauma atau infeksi kronis pada telinga tengah.

“Jika lubang pada gendang telinga disebabkan oleh trauma, luka, atau tusukan, maka disebut perforasi akibat trauma. Sementara jika disebabkan oleh infeksi, maka ini merupakan dampak dari otitis media supuratif kronis (OMSK),” katanya, Jumat (21/3/2025).

OMSK sendiri merupakan infeksi pada rongga telinga tengah yang ditandai dengan adanya robekan pada gendang telinga.

Infeksi ini bisa menyebabkan keluarnya cairan dari liang telinga atau yang umum dikenal sebagai congek.

“Akibat adanya penumpukan cairan di balik gendang telinga di rongga telinga tengah, cairan tersebut akan mencari jalan keluar, sehingga infeksi membuat robekan tidak bisa menutup secara spontan. Ini menyebabkan cairan keluar dari liang telinga atau yang disebut otore,” jelasnya.

Dokter Rangga menambahkan bahwa OMSK bisa terjadi secara kronis dan menimbulkan gangguan pendengaran hingga dengungan di telinga.

Jika lubang sudah bersifat kronis, kecil kemungkinan bisa sembuh dengan sendirinya tanpa intervensi medis.

Untuk mengatasi kondisi ini, pasien disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis guna mendapatkan perawatan yang tepat.

Salah satu prosedur yang bisa dilakukan adalah operasi penambalan gendang telinga, yang bertujuan untuk memperbaiki robekan dan meningkatkan fungsi pendengaran.

Prosedur operasi ini dilakukan dengan menggunakan material penambal yang diambil dari bagian tubuh pasien, seperti selaput tulang rawan atau selaput otot. Penggunaan material alami ini dianggap lebih aman dan memiliki risiko komplikasi yang rendah.

Operasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu melalui liang telinga agar luka operasi tidak terlihat, atau dengan sayatan pada daun telinga untuk kasus infeksi berat atau gangguan pendengaran yang lebih serius.

Setelah menjalani operasi, pasien disarankan untuk menghindari paparan air agar area operasi tetap steril. Selain itu, mengangkat beban berat juga tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan tekanan dalam telinga dan berisiko menggeser tambalan.

Pasien juga disarankan untuk menunda aktivitas seperti berenang atau bepergian dengan pesawat selama 3-4 minggu hingga mendapatkan izin dari dokter.

“Indikator keberhasilan operasi penambalan gendang telinga adalah kondisi liang telinga yang kering serta adanya perbaikan fungsi pendengaran,” kata Rangga.

Ia pun mengimbau masyarakat yang mengalami gangguan pendengaran atau keluhan seperti dengungan di telinga untuk segera memeriksakan diri ke dokter guna mencegah kondisi yang lebih parah.

Bahaya Bersihkan Telinga dengan Korek Kuping

Dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan - kepala dan leher, Raden Mohamad Krisna Wicaksono Barata mengingatkan tentang bahaya membersihkan telinga menggunakan korek kuping.

Ia menegaskan bahwa telinga memiliki mekanisme alami untuk membersihkan diri tanpa perlu alat tambahan.

Menurutnya, telinga secara alami menghasilkan serumen atau cairan seperti lilin yang berfungsi melindungi dari infeksi.

"Sebenarnya, kotoran telinga memiliki peran dalam melindungi dari infeksi," ujarnya.

Dokter mengobati telinga pasien. [Dok. Antara]
Dokter mengobati telinga pasien. [Dok. Antara]

Dia menjelaskan, penggunaan korek kuping seperti cotton bud justru dapat mendorong serumen masuk lebih dalam ke telinga, yang bisa menyebabkan penyumbatan serta berujung pada gangguan pendengaran.

"Kalau terlalu masuk ke dalam, cotton bud bisa merusak gendang telinga, bahkan memicu infeksi jika alat yang digunakan tidak steril," jelasnya.

Penggunaan alat asing seperti kunci atau jari tangan yang tidak bersih juga dapat menyebabkan luka dan meningkatkan risiko infeksi.

Lebih lanjut, dokter Krisna mengingatkan bahwa penggunaan obat tetes telinga yang tidak sesuai anjuran dokter bisa membahayakan organ pendengaran.

"Jika obat tetes untuk kotoran telinga digunakan pada infeksi, justru bisa memperparah kondisi dengan pertumbuhan bakteri dan jamur," tambahnya.

Praktik lain yang dinilai berbahaya adalah terapi ear candle, yaitu metode membersihkan telinga menggunakan lilin yang dibakar pada satu sisinya.

"Teknik ini berisiko menyebabkan luka bakar dan infeksi pada saluran telinga, sehingga sebaiknya dihindari," ujar dokter Krisna.

Sebagai langkah aman, ia menyarankan membersihkan bagian luar telinga dengan lap kering atau handuk untuk membantu serumen keluar secara alami. Gerakan rahang saat berbicara atau mengunyah juga dapat membantu proses alami tersebut.

Jika mengalami gangguan pendengaran atau keluhan lainnya, dokter Krisna menyarankan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis THT. Saat ini, perangkat audiometri untuk pemeriksaan organ pendengaran sudah tersedia di berbagai rumah sakit.

"Skrining pendengaran lebih dini akan lebih baik," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI