Suara.com - Puasa sering kali menjadi tantangan bagi penderita diabetes. Jika tidak dikelola dengan baik, risiko hipoglikemia (gula darah terlalu rendah) atau hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi) bisa mengancam kesehatan.
Gejala umum yang dialami penderita diabetes meliputi 3P—polifagia (sering lapar), polidipsia (sering haus), dan poliuria (sering buang air kecil), serta penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Adrianus Tyasmono, SpPD, menegaskan bahwa penderita diabetes tetap bisa menjalankan puasa dengan syarat menjaga pola makan dan pengobatan. Hal itu ia ungkapkan dalam media gathering yang diadakan RSU Syubbanul Wathon baru-baru ini.
"Puasa bisa membantu mengontrol kadar gula darah, tetapi penderita harus memperhatikan asupan makanan dan tetap mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter," ujarnya.

Menurut dr. Adrianus, salah satu cara menjaga kestabilan gula darah selama puasa adalah memilih makanan dengan indeks glikemik rendah
. "Nasi yang sudah didinginkan, serta buah-buahan berserat tinggi seperti pepaya, apel, pir, dan alpukat, dapat menjadi pilihan yang lebih aman," jelasnya. Selain itu, pola makan harus tetap terjaga, baik saat sahur maupun berbuka, dengan porsi yang seimbang.
Selain pola makan, penderita diabetes juga perlu waspada terhadap tanda-tanda hipoglikemia, seperti keringat dingin, lemas, dan pusing. Jika mengalami gejala tersebut, disarankan segera mendapatkan penanganan medis.
"Jangan paksakan diri untuk tetap berpuasa jika kadar gula darah terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kesehatan tetap harus menjadi prioritas," tambah dr. Adrianus.
RSU Syubbanul Wathon berkomitmen memberikan layanan komprehensif bagi pasien diabetes dengan tenaga medis profesional dan fasilitas lengkap. Hospital Director RSU Syubbanul Wathon, dr. Muhammad Iqbal Gentur Bismono, M.Sc, MBA, menegaskan bahwa pihaknya terus meningkatkan edukasi kesehatan bagi masyarakat.
Baca Juga: Jangan Sampai Keliru! Ini Waktu yang Tepat Minum Kopi saat Puasa Ramadan
"Kami ingin memastikan bahwa penderita diabetes di Kota dan Kabupaten Magelang bisa beribadah dengan tenang tanpa mengorbankan kesehatan mereka," katanya.
Diabtes di Indonesia

Sebagai informasi, data International Diabetes Federation (IDF) mencatat, pada 2021 terdapat 537 juta penderita diabetes, dengan proyeksi meningkat menjadi 643 juta pada 2030 dan 783 juta pada 2045. Indonesia menempati peringkat kelima dengan 19,5 juta penderita pada 2021, yang diperkirakan melonjak menjadi 28,6 juta pada 2045.
Kementerian Kesehatan menyoroti diabetes sebagai "ibu dari segala penyakit" karena dapat memicu berbagai komplikasi serius, mulai dari penyakit jantung, gagal ginjal, hingga kebutaan. "Diabetes bukan hanya soal kadar gula tinggi, tetapi juga efek berantai terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan," ujar seorang dokter spesialis endokrinologi.
Diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi atau menggunakan insulin secara efektif. Insulin berfungsi mengatur kadar gula dalam darah agar tetap stabil. Pada diabetes tipe 1, sistem imun menyerang sel penghasil insulin di pankreas, sehingga tubuh kekurangan insulin. Sementara itu, diabetes tipe 2 lebih umum terjadi dan disebabkan oleh resistensi insulin, di mana tubuh masih memproduksi insulin tetapi tidak dapat menggunakannya dengan baik.
Resistensi insulin bisa berkembang menjadi pradiabetes, kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal tetapi belum mencapai ambang diabetes. Sayangnya, banyak penderita pradiabetes tidak menyadari kondisinya karena gejalanya sering tidak terasa. Jika tidak ditangani, pradiabetes dapat berkembang menjadi diabetes tipe 2 yang meningkatkan risiko komplikasi.
Lonjakan kasus diabetes menunjukkan pentingnya pencegahan melalui pola hidup sehat. Edukasi sejak dini dan kebiasaan makan yang baik adalah kunci utama mengendalikan diabetes. Dengan langkah pencegahan yang tepat, dampak penyakit ini bisa ditekan sebelum semakin meluas.