Tics ini dapat berupa kedutan pada wajah, otot sekitar mata dan pipi (motor tics), hingga suara-suara tidak disengaja seperti berdehem atau bahkan teriakan mendadak yang tidak dapat dikontrol (vocal tics).
Gejala ini sering kali membuat penderitanya kesulitan dalam berinteraksi sosial dan dapat menimbulkan kecemasan atau depresi.
"Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dan sering dikaitkan dengan faktor genetik serta stres ibu saat hamil," tambah dia.
Dr. Rocksy menjelaskan bahwa Tourette sering kali disertai gangguan lain seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Untuk menilai keparahan sindrom Tourette, digunakan skala khusus seperti Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS). Jika skornya melebihi 35 dari 50, maka prosedur DBS bisa menjadi opsi pengobatan.
Deep Brain Stimulation (DBS): Harapan Baru bagi Pasien
DBS adalah prosedur di mana elektroda ditanamkan di otak untuk mengirimkan stimulasi listrik ke area yang mengontrol gerakan. Teknik ini telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala distonia dan sindrom Tourette yang berat.
Menurut Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, spesialis bedah saraf di RS Siloam Lippo Village, prosedur DBS hanya direkomendasikan bagi pasien dengan kondisi berat yang tidak merespons pengobatan biasa.
"Prosedur ini bekerja dengan cara menanamkan elektroda di dalam otak yang memberikan stimulasi listrik ke area yang mengontrol gerakan, sehingga gejala dapat berkurang secara signifikan," jelas dia lagi.
Baca Juga: Mengenal Sindrom Tourette yang Diidap Tora Sudiro, Ditandai dengan Gejala Tic
Keberhasilan DBS di RS Siloam Lippo Village mencapai 78%-82%, setara dengan standar internasional. Distonia memiliki tingkat perbaikan lebih tinggi dibandingkan sindrom Tourette, terutama jika faktor psikologis juga ditangani dengan baik.