Studi klinis menunjukkan bahwa penurunan kadar takrolimus dalam tubuh, meskipun hanya sementara, dapat memicu reaksi penolakan akut yang jika tidak ditangani segera dapat menyebabkan kegagalan transplantasi.
Jika ginjal yang ditransplantasikan gagal, pasien harus kembali menjalani cuci darah (hemodialisis), yang justru menambah beban biaya kesehatan secara keseluruhan.
Selain itu, fasilitas laboratorium yang diperlukan untuk memantau kondisi pasien transplantasi ginjal masih sangat terbatas. Pemotongan anggaran kesehatan semakin memperparah situasi ini, karena mengurangi akses pasien terhadap pemeriksaan kadar takrolimus yang krusial bagi keberhasilan terapi jangka panjang mereka.
Pentingnya Peninjauan Kembali Kebijakan Efisiensi Anggaran Kesehatan
Dalam rangka memperingati Hari Ginjal Sedunia 2025, yang jatuh pada Kamis, 13 Maret, KPCDI menyerukan peninjauan kembali kebijakan efisiensi anggaran di sektor kesehatan.
Tema Hari Ginjal Sedunia tahun ini, "Apakah Ginjal Anda Baik-Baik Saja? Deteksi Dini, Lindungi Kesehatan Ginjal", menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan ginjal dan deteksi dini penyakit ginjal.
Tony menegaskan bahwa pemotongan anggaran yang tidak terencana dengan baik dapat berdampak buruk bagi pasien transplantasi ginjal. Tanpa strategi yang komprehensif, kebijakan ini justru dapat meningkatkan beban kesehatan nasional, karena lebih banyak pasien akan mengalami komplikasi serius akibat keterbatasan akses obat dan layanan kesehatan.
KPCDI: Mengawal Hak Pasien Gagal Ginjal di Indonesia
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) merupakan organisasi yang aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang kesehatan ginjal serta memperjuangkan hak-hak pasien gagal ginjal. Berdiri sejak 15 Maret 2015, bertepatan dengan peringatan Hari Ginjal Sedunia, KPCDI awalnya hanya merupakan forum komunikasi antarpasien cuci darah untuk berbagi pengalaman.
Baca Juga: Benarkah Pasien Penyakit Ginjal Kronis Dilarang Makan Buah? Ini Penjelasan Dokter
Seiring waktu, organisasi ini berkembang menjadi wadah advokasi yang kritis terhadap kebijakan publik di bidang kesehatan. KPCDI tidak hanya memberikan dukungan kepada pasien, tetapi juga berperan aktif dalam mempengaruhi kebijakan kesehatan, baik melalui media sosial, pernyataan di media massa, maupun pelobiannya kepada anggota parlemen.