Suara.com - Setiap tahun, Pekan Glaukoma Sedunia diperingati pada minggu kedua bulan Maret untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya glaukoma, penyakit mata yang dikenal sebagai "si pencuri penglihatan."
Glaukoma berkembang secara perlahan tanpa gejala, sehingga banyak penderitanya baru menyadari saat kondisi sudah parah dan sulit diatasi.
Dalam rangka memperingati Pekan Glaukoma Sedunia 2025, JEC Eye Hospitals and Clinics mengadakan sesi edukatif bertajuk “Waspada Si Pencuri Penglihatan: Mitos, Fakta, Risiko, & Deteksi Dini!”.
Acara ini bertujuan untuk membahas berbagai mitos yang beredar di masyarakat, sekaligus menekankan pentingnya deteksi dini agar kebutaan akibat glaukoma bisa dicegah.
Apa Itu Glaukoma?
DR. Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics, menjelaskan, glaukoma adalah gangguan mata akibat peningkatan tekanan dalam bola mata, yang menyebabkan kerusakan saraf optik secara progresif.
Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, glaukoma menjadi penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak.
Dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sebanyak 3,2 juta disebabkan oleh glaukoma, dengan prevalensi 0,46% atau sekitar 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.

"Salah satu tantangan terbesar dalam menangani glaukoma adalah tidak adanya gejala di tahap awal," jelas dia.
Baca Juga: Cek Fakta: Penghancuran Masjid Tempat Teroris Menyusun Rencana
Sebanyak 80% kasus glaukoma tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas, sehingga banyak penderita yang baru menyadarinya saat penglihatan sudah mengalami kerusakan permanen.
Di negara berkembang, 90% kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap kesehatan mata karena distribusi yang tidak merata.
Namun, dalam beberapa kasus, glaukoma dapat menunjukkan gejala seperti sakit kepala hebat, pandangan tiba-tiba kabur, mual dan muntah dan rasa nyeri yang hebat pada mata.
"Jika mengalami gejala tersebut, penderita hanya memiliki waktu 2x24 jam untuk menurunkan tekanan bola mata, sebelum kerusakan menjadi permanen. Oleh karena itu, deteksi dini sangatlah penting," kata dia.
Fakta vs Mitos tentang Glaukoma
Banyak kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat terkait glaukoma. Berikut beberapa mitos yang perlu diluruskan:
Mitos: Glaukoma hanya menyerang orang tua.
Fakta: Glaukoma bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda dan bayi yang lahir dengan glaukoma kongenital.
Mitos: Sering bermain gadget atau membaca dalam gelap menyebabkan glaukoma.
Fakta: Penggunaan gadget dalam waktu lama bisa menyebabkan mata lelah, tetapi tidak langsung menyebabkan glaukoma. Penyebab utama glaukoma adalah peningkatan tekanan bola mata dan kerusakan saraf optik.
Mitos: Jika terkena glaukoma, pasti akan buta.
Fakta: Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, banyak penderita glaukoma bisa mempertahankan penglihatannya selama bertahun-tahun.
Mitos: Glaukoma bisa disembuhkan dengan obat herbal atau terapi alternatif.
Fakta: Tidak ada bukti ilmiah bahwa obat herbal bisa menyembuhkan glaukoma. Pengobatan medis seperti obat tetes mata, laser, atau operasi adalah metode yang efektif dalam mengontrol penyakit ini.
Mitos: Glaukoma bukan penyakit keturunan.
Fakta: Glaukoma memiliki faktor genetik yang signifikan. Jika seseorang memiliki anggota keluarga dengan glaukoma, risikonya lebih tinggi dan sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin.
Siapa yang Berisiko Mengalami Glaukoma?
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terkena glaukoma antara lain:
- Usia di atas 40 tahun
- Tekanan bola mata tinggi (hipertensi okular)
- Riwayat keluarga dengan glaukoma
- Penyakit seperti diabetes dan hipertensi
- Rabun jauh (miopia) atau rabun dekat (hipermetropia) tinggi
- Cedera mata atau penggunaan obat kortikosteroid dalam jangka panjang
Karena glaukoma sering berkembang tanpa gejala awal, pemeriksaan mata secara rutin sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko di atas.
Deteksi Dini dan Teknologi Modern dalam Penanganan Glaukoma
JEC Eye Hospitals and Clinics menghadirkan berbagai teknologi canggih untuk mendeteksi glaukoma sejak dini, seperti:
- Optical Coherence Tomography (OCT): Menganalisis ketebalan saraf optik untuk mendeteksi tanda awal glaukoma.
- Visual Field Test (Perimetri): Mengidentifikasi kehilangan penglihatan periferal.
- Tonometri Non-Kontak & Goldmann Applanation Tonometry: Mengukur tekanan bola mata dengan akurasi tinggi.
- Gonioskopi: Menilai sudut drainase mata untuk menentukan jenis glaukoma yang diderita pasien.
Dengan teknologi ini, deteksi dini dan penanganan yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma.
"Sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics masih membuka tahap kedua program CSR untuk operasi 100 pasien implan glaukoma gratis. Operasi gratis dilaksanakan di hampir seluruh cabang JEC Group yang ada di seluruh Indonesia," tambah Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K).