Bukan Penyakit Keturunan atau Kutukan, Ini Fakta Tentang Kusta

Vania Rossa Suara.Com
Selasa, 04 Maret 2025 | 17:53 WIB
Bukan Penyakit Keturunan atau Kutukan, Ini Fakta Tentang Kusta
Ilustrasi tangan yang terkena kusta. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam pemberantasan penyakit kusta yang dikenal pula dengan sebutan lepra.

Tantangan utama yang menjadi penghambat pemberantasan kusta adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta masih kuat di masyarakat.

Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta juga menjadi hambatan.

Belum lagi tantangan dalam pemberian obat pencegahan massal, termasuk kondisi geografis dan situasi keamanan, serta kapasitas petugas kesehatan yang belum optimal.

Baca Juga: Mengenal Metode Endoskopi Untuk Deteksi Dini Penyakit: Benarkah Hasilnya Lebih Akurat?

Berbagai hambatan inilah yang menyebabkan Indonesia menempati urutan ketiga dunia dengan kasus kusta tertinggi setelah India dan Brasil.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI, dr. Ina Agustina Isturini menuturkan, sebenarnya ada kemajuan dalam penanganan kusta. 

"Namun tantangan seperti stigma sosial, diskriminasi, serta keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan masih menjadi hambatan besar dalam pemberantasan penyakit ini," jelasnya dalam talkshow bertajuk “Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta " untuk memperingati Hari Penyakit Tropis Terabaikan 2025 yang digelar oleh NLR Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memberantas kusta. 

Upaya tersebut meliputi peningkatan deteksi dini, pengobatan, dan edukasi masyarakat melalui program pemberdayaan dan pendidikan publik untuk mengenali gejala kusta.

Baca Juga: Apa Gejala Abses Hati? Penyakit yang Diderita Hotman Paris sampai Harus Berobat ke Singapura

"Menghapus stigma dan diskriminasi terhadap penyandang dan penyintas kusta juga kami lakukan dengan menggandeng kementerian terkait dan berbagai institusi atau lembaga lainnya," jelas dr. Ina Agustina Isturini.  

Direktur Eksekutif NLR Indonesia, Agus Wijayanto, mengatakan organisasi nirlabanya yang juga fokus pada pemberantasan kusta di Indonesia meluncurkan "Project Zero Leprosy," sebuah inisiatif strategis berbasis kolaborasi, edukasi, dan pemberdayaan komunitas.  

Program tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus kusta di Indonesia dan memberikan dukungan kepada orang yang pernah menderita penyakit kusta (OYMPK).

"Kami berkomitmen untuk mencapai target Indonesia Bebas Kusta atau Zero Leprosy pada 2045. Target ini tentu harus dilakukan secara kolaboratif," imbuhnya.

Sejalan dengan pemerintah, NLR Indonesia juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan masyarakat umum, dalam upaya pemberantasan kusta.

Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sekaligus Dewan Pembina NLR Indonesia, Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.D.V.E, Subsp.D.T, FINSDV, FAADV mengatakan, kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan.

"Ini mitos keliru yang masih kuat di masyarakat, karena faktanya kusta adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan bisa disembuhkan, bahkan bisa mendapatkan perawatan dan pengobatan gratis dari puskesmas," ujarnya.

Namun, bila penderita kusta tidak diobati, maka risikonya, kata Sri Linuwih Menaldi, bisa menimbulkan komplikasi berupa kecacatan. 

Untuk diketahui, kusta termasuk dalam penyakit manusia yang tertua. 

Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kusta diperkirakan sudah ada sejak ribuan tahun lalu.

Sri Linuwih Menaldi menyebut kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. 

"Bakteri penyebab kusta masih "bersaudara" dengan bakteri penyebab tuberkulosis yang menyerang saraf, kulit, dan organ-organ lain," jelasnya. 

Masa inkubasi penyakit kusta, relatif lama, antara 3 sampai 5 tahun, sehingga bila orang sehat bertemu penderita kusta belum tentu langsung tertular, karena penularan terjadi melalui kontak erat dan lama dengan penderita kusta yang belum diobati.

"Walau menular, kusta tidak mudah menular. Sebagian besar orang memiliki kekebalan alami terhadap bakteri ini," papar Sri Linuwih Menaldi.

Kusta terutama menyerang kulit, saraf tepi, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, dan mata. 

"Gejala Kusta umumnya ditandai dengan lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki serta timbulnya bercak putih atau kemerahan di kulit," tambahnya.

Jadi, bila seseorang merasakan beberapa gejala umum kusta seperti bercak dan mati rasa, Sri Linuwih Menaldi menganjurkan segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pengobatan. 

"Dengan begitu, risiko komplikasi penyakit yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada tangan, kaki, dan mata bisa dihindari," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI