Suara.com - Pengujian genetik menjadi salah satu langkah penting dalam mendeteksi dini hingga mencegah risiko cacat lahir akibat kelainan kromosom. Kelainan ini merupakan salah satu faktor utama penyebab gangguan perkembangan pada bayi yang baru lahir.
Dilansir dari Hindustan Times, Spesialis Kesuburan di Mumbai, Ritu Hinduja menjelaskan, anomali yang terjadi akibat perubahan jumlah atau struktur kromosom dapat menyebabkan keguguran, infertilitas, atau cacat lahir seperti sindrom Down, sindrom Edwards, dan sindrom Patau.
“Pengujian Genetik Praimplantasi untuk Aneuploidi (PGT-A) menjadi salah satu metode reproduksi modern yang dapat membantu pasangan dalam mengurangi risiko tersebut,” ujarnya, dikutip dari Antara, Kamis (30/1/2025).
Kelainan kromosom bisa terjadi ketika jumlah kromosom bertambah atau berkurang (kelainan numerik) atau akibat perubahan struktur kromosom. Kesalahan ini umumnya terjadi selama proses pembelahan sel, baik dalam pembentukan sel telur, sperma, maupun tahap awal embrio.
Beberapa jenis anomali kromosom yang umum meliputi Trisomi 21 (sindrom Down), Trisomi 18 (sindrom Edwards), dan Trisomi 13 (sindrom Patau), yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan, masalah kesehatan fisik, hingga meningkatkan angka kematian bayi.
Selain itu, ada pula kelainan kromosom seks seperti sindrom Turner dan sindrom Klinefelter yang bisa berdampak pada perkembangan fisik dan sistem reproduksi seseorang.
Menurut Hinduja, meskipun beberapa kelainan kromosom bersifat genetik, banyak yang terjadi secara sporadis, terutama seiring bertambahnya usia orang tua. Untuk mengatasi hal ini, pengujian genetik seperti PGT-A menjadi solusi bagi pasangan yang ingin mengurangi risiko kelainan kromosom pada bayi mereka.
PGT-A dilakukan dalam proses fertilisasi in vitro (IVF) dengan cara mengambil beberapa sel dari embrio untuk memastikan jumlah kromosom yang benar sebelum implantasi ke dalam rahim.
Manfaat PGT-A dalam Program IVF
PGT-A memungkinkan para ahli fertilitas memilih embrio yang memiliki profil kromosom normal (embrio euploid), sehingga dapat mengurangi risiko keguguran dan masalah kelahiran.
Selain itu, metode ini juga terbukti meningkatkan tingkat keberhasilan IVF, terutama bagi wanita di atas usia 35 tahun yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap kelainan kromosom akibat penurunan kualitas sel telur.
“Keunggulan lain dari PGT-A adalah kemampuannya meningkatkan peluang keberhasilan implantasi dan kelahiran hidup. Ini dapat mengurangi tekanan emosional serta finansial yang sering kali dialami pasangan selama menjalani perawatan IVF,” katanya.
Bagi pasangan dengan riwayat kelainan kromosom, pengujian genetik seperti PGT-A memberikan kepastian lebih besar dalam memilih embrio yang bebas dari kesalahan genetik. Dengan demikian, mereka bisa lebih yakin dalam mengambil keputusan terkait perencanaan keluarga.
Hinduja menekankan bahwa teknologi PGT-A menawarkan harapan baru bagi pasangan yang ingin mengurangi risiko cacat lahir. Ia juga menyoroti pentingnya edukasi, pencegahan, dan intervensi dini dalam menekan angka kelainan kromosom yang dapat berdampak pada bayi.