Suara.com - Menurut informasi dari IDI Gorontalo, anxiety disorder, juga dikenal sebagai gangguan kecemasan, merupakan sebuah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan kecemasan, khawatir, dan ketakutan yang berlebihan selama waktu yang lama. Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 301 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan ini, yang sering mengganggu aktivitas sehari-hari mereka.
IDI adalah organisasi profesi yang menaungi para dokter di Indonesia. Didirikan pada 24 Oktober 1950, IDI berfungsi untuk mengembangkan profesi kedokteran dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Organisasi IDI memiliki lebih dari 199.000 anggota dan berafiliasi dengan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sekretariat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia beralamat di Jl. Dr. G.S.S.Y. Ratulangi No. 29, Menteng, Jakarta Pusat 10350, Indonesia.
Pada artikel kali ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai apa saja penyebab terjadinya anxiety disorder serta obat yang direkomendasikan bagi penderitanya.
Baca Juga: Alami Psikosomatis, Sogi Indra Dhuaja Sampai Konsumsi 270 Obat Demi Bisa Sembuh
Apa saja penyebab terjadinya anxiety disorder?
Anxiety disorder atau gangguan kecemasan merupakan sebuah kondisi serius yang memerlukan perhatian dan pengelolaan yang tepat. Gangguan kecemasan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Berikut adalah beberapa penyebab utama terjadinya gangguan kecemasan meliputi:
1. Faktor riwayat keluarga atau genetik
Studi menunjukkan bahwa gangguan kecemasan dapat diwariskan. Jika ada anggota keluarga yang menderita gangguan kecemasan, kemungkinan seseorang yang menderita gangguan kecemasan juga meningkat.
2. Faktor lingkungan
Baca Juga: Novel Bertemakan Anxiety Disorder dalam 'Cerita Dante'
Pengalaman hidup dan lingkungan tempat tinggal dapat memengaruhi perkembangan gangguan kecemasan. Pengalaman traumatik, kehilangan, atau kondisi lingkungan yang tidak aman, seperti kekerasan dalam rumah tangga, dapat memicu respon kecemasan yang berkepanjangan.
3. Ketidakseimbangan neurotransmitter
Ketidakseimbangan zat kimia di otak, seperti serotonin dan norepinefrin, dapat berperan dalam timbulnya gejala kecemasan. Hormon stres seperti kortisol juga dapat mempengaruhi kondisi ini
4. Kondisi medis
Beberapa kondisi kesehatan fisik, seperti hipertiroidisme atau gangguan jantung, dapat menyebabkan gejala kecemasan. Ketidaknyamanan fisik dari penyakit tertentu juga bisa mempengaruhi kesehatan mental.
Apa saja obat yang direkomendasikan untuk mengobati anxiety disorder?
Ikatan Dokter Indonesia telah merangkum beberapa obat yang bisa mengobati rasa cemas berlebihan. Untuk mengobati gangguan kecemasan, terdapat berbagai jenis obat yang direkomendasikan. Berikut adalah beberapa obat yang umum digunakan dalam pengobatan gangguan kecemasan meliputi:
1. Sertraline
Obat ini termasuk dalam golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) yang efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan panik. Sertraline bekerja dengan meningkatkan kadar serotonin di otak, yang berperan dalam pengaturan suasana hati.
2. Escitalopram
Obat ini mungkin akan diresepkan oleh dokter. Escitalopram juga merupakan SSRI yang digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan dan depresi. Escitalopram membantu meningkatkan kadar serotonin dan dapat meredakan gejala kecemasan.
3. Alprazolam
Alprazolam, salah satu obat dari kelas benzodiazepine, sering diresepkan untuk pasien yang mengalami gangguan panik dan kecemasan. Cara kerja obat ini adalah dengan meningkatkan aktivitas GABA di sistem saraf pusat, yang menghasilkan efek menenangkan.
4. Diazepam
Obat terakhir yang bisa direkomendasikan dokter adalah diazepam. Obat ini merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk meredakan kecemasan, mengurangi kaku otot, dan sebagai sedatif sebelum prosedur medis.
5. Lorazepam
Obat ini digunakan untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur. Efek menenangkan mulai dirasakan dalam 20-30 menit setelah konsumsi.
Penggunaan obat-obatan ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter karena potensi efek samping dan risiko ketergantungan. Dokter akan menentukan jenis obat dan dosis yang tepat berdasarkan kondisi individu.