Sisanya, mayoritas kanker paru merupakan jenis NSCLC yang cenderung tidak seagresif SCLC dan menyebar lebih lambat. Inilah sebabnya obat antibodi monoklonal anti PD-1, dapat perizinan lebih cepat karena dibutuhkan mayoritas kasus kanker paru.
"Salah satu produk yang cepat kita tandatangani yaitu Etapidi, saya belum sampai 6 bulan (jadi kepala BPOM) kita udah tandatangani. Komitmen kita untuk memotong mata rantai, obat esensial obat yang kita butuhkan di negeri ini, harus kita percepat, produk harusnya dapat pengesahan dari BPOM," ungkap Taruna.
Adapun efikasi obat antibodi monoklonal anti PD-1 sebesar 84 persen untuk mengatasi angka kesakitan akibat kanker tersebut. Obat kanker paru kategori antibodi monoklonal ini bekerja dengan cara menyasar dan memblok sel kanker, protein yang dihasilkan oleh gen spesifik yang jika berkembang terlalu berlebihan berpotensi menjadi kanker.
Menariknya, obat ini juga bisa digunakan untuk Karsinoma Sel Skuamosa Esofagus atau Esophageal Squamous Cell Carcinoma (ESCC). ESCC adalah jenis kanker esofagus alias kanker kerongkongan yang umum dan sangat agresif dengan tingkat kematian yang tinggi.
Bukan cuma itu, Taruna Ikrar juga mengumumkan izin edar diberikan untuk pengobatan kanker kelenjar getah bening seperti Limfoma Sel Mantel alias Mantle Cell Lymphoma (MCL), dan kanker langka Makroglobulinemia Waldenstrom (WM) yang menyerang sel darah putih dan merupakan jenis limfoma non-Hodgkin bernama Brukinsa.
Brukinsa ini sudah dipasarkan di lebih dari 70 negara, yang bisa dikonsumsi pasien dengan cara diminum alias obat oral.