Tren Ibu Ingin Lahiran Caesar, Padahal Anak Bisa 'Terancam' Punya Alergi Susu Sapi

Selasa, 10 Desember 2024 | 11:43 WIB
Tren Ibu Ingin Lahiran Caesar, Padahal Anak Bisa 'Terancam' Punya Alergi Susu Sapi
Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, Prof. Dr. dr. Anang Endaryanto, Sp.A(K)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tren melahirkan caesar alias c-section terus meningkat di Indonesia. Tapi sedikit orangtua yang sadar, jika operasi caesar berisiko menurunkan kekebalan tubuh anak bahkan bisa membuat buah hati punya riwayat alergi susu sapi (ASS).

Data Survei Kesehatan Indonesia atau SKI 2023 menyebutkan prevalensi melahirkan caesar meningkat dari 17,6 persen pada 2018 menjadi 25,9 persen pada 2023. Padahal melahirkan caesar dikaitkan dengan gangguan komposisi mikrobiota usus pada bayi, yang berpotensi mempengaruhi kesehatan jangka panjang.

Kondisi ini terjadi karena bayi yang lahir lewat persalinan normal yaitu vaginal, terpapar mikroorganisme atau bakteri baik lebih beragam dibanding bayi yang dilahirkan secara caesar.

Dalam pertemuan Expert Scientific Lecture yang diadakan di Pusat Riset dan Inovasi Global Danone beberapa hari lalu di Utrecht, Belanda menyoroti mikrobiota usus bayi yang lahir caesar cenderung kurang beragam, dan hanya didominasi bakteri yang kurang menguntungkan, serta berisiko mengganggu keseimbangan bakteri dalam usus alias disbiosis pada anak dan kesehatan anak di kemudian hari.

Baca Juga: Cerita Lawas Anies Baswedan dan Pramono Anung, Temani Istri Lahiran sampai Anak Jadi Bupati

Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, Prof. Dr. dr. Anang Endaryanto, Sp.A(K) membenarkan disgangguan bakteri di usus meningkatkan risiko alergi dan imunitas anak. Apalagi anak yang dilahirkan lewat persalinan normal, mendapatkan dominasi bakteri baik seperti bifidobacterium dan bacteroides.

Ilustrasi melahirkan (Pixabay/9092)
Ilustrasi melahirkan (Pixabay/9092)

"Mikrobiota usus yang sehat ini akan mendukung perkembangan sistem kekebalan tubuh bayi yang protektif dan seimbang, sehingga tubuh lebih tahan terhadap penyakit infeksi, kanker, alergi, dan autoimun, serta mendukung pertumbuhan yang optimal," ungkap Prof. Anang melalui keterangan yang diterima suara.com, Selasa (12/10/2024).

Di sisi lain, apabila anak sudah dilahirkan secara caesar maka orangtua harus ekstra berhati-hati. Jika anak dalam perkembangannya punya riwayat alergi, terlebih alergi makanan yang bisa mempengaruhi pertumbuhan seperti alergi susu sapi, maka para ibu menyusui disarankan menghindari konsumsi protein susu sapi dan turunnnya.

"Para ibu yang menyusui juga disarankan menghindari konsumsi protein susu sapi dan turunannya. Faktor risiko terjadinya alergi protein susu sapi meliputi kelahiran prematur, alergi makanan pada ibu, pemberian antibiotik selama kehamilan, dan pengenalan makanan pendamping saat anak berusia kurang dari 4 bulan serta kelahiran melalui operasi caesar," sambung Prof. Anang.

Alergi susu sapi ini yang akhirnya bisa menganggu tumbuh kembang anak, padahal pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1928/2022 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Stunting sedang fokus memberi anak-anak makanan yang mengandung protein hewani seperti daging sapi, ikan, ayam hingga susu sapi.

Baca Juga: Menterengnya Gaya Syahrini Makan Omakase usai Lahiran, Tenteng Hermes Mungil Seharga Rp600 Juta

Perlu diketahui, stuntung merupakan masalah pertumbuhan terbanyak di Indonesia, yaitu kondisi panjang atau tinggi badan kurang dari -2 SD (Standar Deviasi) grafik WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) yang disebabkan oleh malnutrisi kronik.

Masalah gizi lainnya adalah weight faltering, gizi kurang, dan gizi buruk. Semua masalah gizi tersebut akan menyebabkan dampak jangka pendek, yatu menurunnya imunitas dan dampak jangka panjang, yaitu risiko sindrom metabolik dan gangguan perkembangan kognitif.

Oleh karena itu penting untuk mencegah stunting dengan cara mendeteksi weight faltering atau berat badan kurang dan tata laksana segera.

Terlebih jika anak sudah terlanjur stunting dengan usia melebihi 2 tahun, maka ia harus dirujuk ke rumah sakit untuk segera ditangani dokter anak. Ini karena penatalaksanaan dan mencegah stuntung terbaik dilakukan sebelum usia 2 tahun.

Menghadapi sederet permasalahan ini, Healthcare Nutrition Director Danone SN Indonesia, dr. Ashari Fitriyansyah mengingatkan dan mengajak para profesional kesehatan di Indonesia untuk terus berdiskusi di forum sains dan ilmiah, yang berfokus pada nutrisi anak karena penerus generasi bangsa.

"Diantaranya mengenai dampak kelahiran pasca c-section, hubungan imunitas serta alergi dan gangguan pertumbuhan, stunting dan malnutrisi serta anemia defisiensi besi. Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya kami untuk membangun sinergi antara Healthcare Professional ibu dan anak berbagi pengetahuan mengenai isu kesehatan yang mempengaruhi pertumbuhan anak di masa depan, termasuk bagi anak-anak di Indonesi," pungkas dr. Anshari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI