Suara.com - Banyak konsumen merasa bingung terkait keamanan Bisfenol A (BPA) di tengah opini para pakar yang beragam. Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) pun menyoroti adanya upaya yang dianggap mengaburkan informasi tentang risiko BPA, sehingga masyarakat sulit memahami fakta yang sebenarnya.
Padahal, pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mewajibkan peringatan label bahaya BPA pada galon guna ulang dari plastik jenis polikarbonat.
Bukan hanya itu, beberapa negara pun melarang dan membatasi penggunaan BPA pada produk tertentu. Sebut saja Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan beberapa negara Asia seperti Malaysia, China, dan Jepang.
"Kami mencermati ada upaya pengaburan fakta yang sistematis di banyak media, baik melalui media masssa ataupun media sosial, terkait risiko bahaya BPA pada galon guna ulang dengan bahan polikarbonat. Misalnya, ada pakar yang bilang BPA itu aman. Nah, hal itu bisa membingungkan konsumen," kata Ketua KKI, David Tobing, di Jakarta, ditulis Jumat (6/12/2024.
Baca Juga: Penyebab Infertilitas yang Sebenarnya: Ternyata Lebih dari Sekadar Kandungan BPA
Daivd mengatakan opini para pakar yang mengatakan BPA itu aman, seringkali dilontarkan tanpa dilatari riset ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Tentunya, fakta ini berkebalikan dari banyak riset dan artikel berita tentang bahaya BPA yang sudah dipublikasikan baik di luar negeri maupun dalam negeri. Dampaknya justru menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat.
“Selaku organisasi yang bergerak dalam perlindungan konsumen, kami sepenuhnya mendukung regulasi BPOM demi kesehatan masyarakat, terutama bagi anak-anak dan keluarga, yang selama bertahun-tahun rutin mengkonsumsi air minum dari galon kemasan polikarbonat yang berpotensi mengandung cemaran senyawa berbahaya BPA,” kata David.
Peluruhan senyawa berbahaya BPA dari galon guna ulang ke air minum biasanya terjadi karena proses pasca produksi yang tidak tepat. Seringkali kemasan polikarbonat yang didistribusikan oleh produsen galon guna ulang bermerek kpada masyarakat terpapar oleh sinar matahari secara langsung, padahal, pada peraturan BPOM yang berlaku sudah jelas kalau galon tidak boleh terpapar sinar matahari langsung.
Alhasil, paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air.
Selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan. Misalnya, banyak galon polikarbonat bermerek masuk ke depot isi ulang, kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya, kemudian kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang.
Baca Juga: Salah Kaprah Soal BPA, Benarkah Tidak Terbukti Sebabkan Gangguan Kesehatan?
Hal ini diperkuat dengan temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) pada periode 2021-2022 yang mengungkapkan hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia BPA pada galon polikarbonat di sejumlah kota di Indonesia. Hasilnya, ditemukan galon guna ulang di enam daerah yang melebihi ambang batas aman kadar BPA. Keenam daerah tersebut adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah.