Penerapan Perilaku Kesehatan Preventif di Daerah Pedesaan Indonesia Cukup Menantang, Ini yang Perlu Dilakukan

Kamis, 28 November 2024 | 08:32 WIB
Penerapan Perilaku Kesehatan Preventif di Daerah Pedesaan Indonesia Cukup Menantang, Ini yang Perlu Dilakukan
Ilustrasi mengajarkan anak cuci tangan. (Pexels/KetutSubiyanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyakit yang dapat dicegah seperti pneumonia dan diare masih menjadi penyebab utama kematian anak di Indonesia, yang diperparah dengan berbagai hambatan seperti terbatasnya akses terhadap informasi kesehatan dan kepercayaan budaya yang sudah mengakar.

Banyak keluarga, terutama di daerah pedesaan, kesulitan untuk menerapkan perilaku kesehatan preventif yang dapat menyelamatkan nyawa. Mulai dari melakukan vaksinasi PCV1 hingga praktik cuci tangan pakai sabun (CTPS).

Untuk mengatasi tantangan ini, Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI), Unilever, dan The Power of Nutrition bekerja sama melalui Program Keluarga SIGAP (Keluarga Siaga Dukung Kesehatan, Siap Hadapi Masa Depan).

Fase percontohan program ini, yang dilakukan dari Januari hingga Juni 2024, menargetkan keluarga dengan anak-anak berusia 0-24 bulan di Bogor, Jawa Barat, dan Banjar, Kalimantan Selatan, daerah-daerah di mana akses layanan kesehatan sering kali terbatas.

Baca Juga: Jumlah Kasus Penyakit Saluran Pencernaan Meningkat, Ini Pentingnya Penanganan Holistik

Evaluasi akhir yang dinilai melalui studi komprehensif oleh Center for Tropical Medicine Universitas Gadjah Mada (UGM), menunjukkan adanya perubahan perilaku yang signifikan di antara keluarga-keluarga yang berpartisipasi.

Di mana, cakupan vaksin PCV1, yang sangat penting untuk mencegah pneumonia, meningkat lebih dari dua kali lipat, meningkat dari 28% pada data awal menjadi 64% pada kelompok intervensi. 

Demikian pula, praktik cuci tangan pakai sabun (CTPS) sebelum memberi makan anak mengalami peningkatan 1,5 kali lipat, meningkat dari 50% menjadi 81%, yang menunjukkan dampak signifikan dari program ini dalam meningkatkan perilaku kesehatan.

Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementarian, dr. Elvieda Sariwati, mengungkap pmberian imunisasi pada anak, pembiasaan CTPS dengan benar dan konsumsi makanan bergizi sesuai kebutuhan gizi anak 0-24 bulan perlu menjadi perhatian.

"Karena pembiasaan baik dan sederhana ini memiliki kontribusi yang positif dalam pencegahan penyakit," ungkap dia dalam siaran pers peluncuran program Keluarga SIGAP yang Suara.com terima belum lama ini.

Baca Juga: Obat Penyakit Kardiovaskular Berpotensi Cegah Risiko Demensia? Ini Faktanya

Dampak Nyata Program Keluarga SIGAP dalam Proyek Percontohan

Dari Oktober 2023 hingga Juni 2024, Program Keluarga SIGAP berfokus untuk mendorong perubahan perilaku yang nyata melalui pelatihan yang inovatif. Petugas kesehatan dan kader dibekali dengan alat komunikasi yang kreatif dan praktis agar dapat secara efektif melibatkan keluarga dan menginspirasi mereka untuk mengadopsi kebiasaan yang lebih sehat. 

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kunjungan ke Posyandu, tetapi juga memastikan keluarga secara aktif memanfaatkan layanan dan informasi yang diberikan untuk mengubah kebiasaan sehari-hari mereka untuk hidup lebih sehat.

“Program Keluarga SIGAP sangat membantu upaya kami dalam mengedukasi masyarakat, terutama dalam tiga perilaku utama. Apalagi wilayah kami memiliki kondisi geografis yang menantang dengan tempat tinggal masyarakat yang terpencar-pencar, sangat sulit bagi tenaga kesehatan kami yang terbatas untuk menjangkau mereka,” ujar drg. Yasna Khairina, Kepala Dinas Kesehatan Banjar. 

Dulu, kata dia petugas kesehatan harus bekerja keras untuk meyakinkan sebagian masyarakat yang masih menganggap imunisasi tidak penting karena mereka merasa tanpa imunisasi, anak-anak bisa tumbuh dan berkembang. 

Kini setelah adanya Keluarga SIGAP, sekarang ada peningkatan jumlah kunjungan ke Posyandu untuk imunisasi. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI