Suara.com - Hingga saat ini, kanker payudara masih menjadi jenis kanker terbanyak no 2 di kalangan perempuan di Indonesia, dan salah satu penyebab utama kematian terkait kanker.
Menurut Global Cancer Observatory (Globocan) 2022, setiap tahunnya, lebih dari 66.000 wanita Indonesia menerima diagnosis kanker payudara dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, yaitu 30% dari total kasus.
Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) juga menyoroti statistik yang memprihatinkan, di mana lebih dari 48% pasien didiagnosis pada Stadium III dan 20% pada Stadium IV, dan 70% pasien meninggal atau mengalami masalah finansial hanya dalam waktu 12 bulan sejak terdiagnosa.
Oleh sebab itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menjelaskan, penanganan kanker menjadi salah satu prioritas Pemerintah. Rencana strategisnya bahkan tertuang dalam Rencana Kanker Nasional 2024 - 2034 yang diluncurkan awal Oktober lalu.
Baca Juga: Mengapa Banyak Perempuan Indonesia Tidak Melakukan SADARI untuk Deteksi Dini Kanker Payudara?
Sebagai langkah lanjut dari inisiasi A2KPI, Kementerian Kesehatan akan menyusun Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara dan mengadopsi rekomendasi yang diberikan A2KPI menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Termasuk melalui deteksi dini kanker payudara dengan melakukan pemeriksaan Sadari, Sadanis dan Pemeriksaan USG serta Mamografi.
“Kami mengapresiasi dan menyambut baik komitmen Pemerintah atas pengendalian kanker yang lebih komprehensif melalui peluncuran Rencana Kanker Nasional 2024 - 2034,” ujarnya baru-baru ini di Jakarta.
Salah satunya adalah dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara (RAN Kanker Payudara). RAN Kanker Payudara adalah strategi nasional untuk menurunkan beban penyakit kanker payudara dan mencapai target penurunan angka kematian akibat kanker payudara sebesar 2.5% per tahun sebagaimana ditetapkan oleh WHO melalui Global Breast Cancer Initiative.
Aryanthi Baramuli Putri, Ketua panitia A2KPI mengatakan jika komitmen baik ini harus segera ditindaklanjuti dengan strategi implementasi yang tertuang dalam rencana aksi nasional khusus kanker payudara disertai rencana pendanaan yang memadai.
"Ini semua agar implementasinya bisa optimal, mengingat beban penyakit yang sangat besar," jelasnya lebih lanjut
Baca Juga: Kasus Kanker Payudara Terus Meningkat di Kalangan Muda, Syifa Hadju Mulai Rutin Lakukan SADARI
Kerangka Kerja Global Breast Cancer Initiative WHO WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) telah menyusun kerangka kerja yang dapat diadaptasi oleh setiap negara untuk menurunkan angka kematian akibat kanker payudara.
Kerangka kerja GBCI ini menekankan pentingnya deteksi dini, diagnosis yang cepat dan tepat, serta perawatan yang komprehensif. Dengan kerangka panduan ini, setiap negara termasuk Indonesia diharapkan dapat mengadopsi, menyesuaikannya dengan konteks lokal, dan mempercepat implementasinya untuk mencapai target penurunan angka kematian akibat kanker payudara.
Sejalan dengan kerangka kerja ini, negara-negara dianjurkan untuk memperkuat sistem kesehatan, memfasilitasi akses ke pelayanan kesehatan berkualitas, dan melibatkan berbagai sektor dalam upaya pencegahan serta penatalaksanaan kanker.
Pada konferensi pers ini, Linda Agum Gumelar, Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia dan salah satu penggagas A2KPI menjelaskan lebih lanjut, RAN Kanker Payudara sangat penting sebagai peta jalan agar Indonesia dapat mencapai sasaran penurunan angka kematian akibat kanker payudara.
"Serta memastikan tercapainya indikator yang telah ditetapkan GBCI yaitu 60% kasus terdeteksi secara dini, diagnosis ditegakkan dalam 60 hari, dan 80% pasien menerima pengobatan multimodalitas sehingga bisa berhasil,” jelasnya.
Sementara itu, Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR-RI menegaskan, rencana aksi nasional kanker harus diletakkan dalam kerangka "menyelamatkan" seluruh warga negara khususnya para Ibu.
Semua proses mulai dari edukasi/sosialisasi kanker, deteksi dini, diagnosa, pengobatan dan perawatan lanjutan merupakan tanggung jawab negara bersama seluruh komponen masyarakat.
"Dengan political will yang kuat dan pendekatan bottom-up, kita mampu menurunkan kanker payudara stadium lanjut dengan target 60% pasien terdiagnosis dini," pungkasnya.
Menambahkan poin terkait dengan deteksi dini, Prof. Dr. dr. Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo, Sp.Rad (K),Onk.Rad, Koordinator Pelayanan Kanker Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (PKaT RSCM) menjelaskan, kanker payudara dapat dikontrol bila ditemukan dan diobati dengan benar dalam keadaan dini, juga dengan hasil kosmetik yang lebih baik.
"Deteksi dini dan terapi yang tepat sangat penting - jangan percaya pada terapi yang tidak berbasis bukti," jelas dia.