Mengapa Banyak Perempuan Indonesia Tidak Melakukan SADARI untuk Deteksi Dini Kanker Payudara?

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:00 WIB
Mengapa Banyak Perempuan Indonesia Tidak Melakukan SADARI untuk Deteksi Dini Kanker Payudara?
Kanker payudara memang seringkali terjadi pada wanita, namun tidak menutup kemungkinan menyerang pria. (Freepik/Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rendahnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini turut memicu tingginya angka kematian akibat kanker payudara. Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) pada 2016 menunjukkan 53,7% masyarakat Indonesia tidak pernah melakukan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri).

Padahal ini adalah salah satu metode paling sederhana untuk mendeteksi benjolan dan ketidaknormalan yang mengindikasikan gejala awal kanker payudara.

Di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,3 juta perempuan didiagnosis kanker payudara pada 2022 dengan angka kematian 670.000 kasus. 

Sementara itu, GLOBOCAN 2022 mencatat kanker payudara sebagai kanker terbanyak pada perempuan Indonesia dengan 66.271 kasus atau 30,1%, dengan jumlah kematian sebanyak 22.598 atau 9,3%. Angka ini menempatkan kanker payudara sebagai jenis kanker paling mematikan di Indonesia.

ilustrasi kanker payudara. (Pexels.com)
ilustrasi kanker payudara. (Pexels.com)

"Orang Indonesia itu nggak mau tahu, takut kalau cek jadi tahu," sentil Prof. dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM selaku dokter ahli kanker dari RS Kanker Dharmais mengomentari rendahnya kesadaran untuk deteksi dini kanker payudara dengan SADARI.

Menurut Prof. Noor, sapaan akrabnya, kondisi ini menjelaskan tingginya angka kematian akibat kanker secara umum di negara-negara miskin dan berkembang dibanding di negara maju. 

Jumlah kasus kanker di negara maju, termasuk kanker payudara, umumnya lebih tinggi dibanding negara berkembang, namun sebaliknya angka kematian justru lebih rendah karena biasanya ditemukan pada stadium awal sehingga keberhasilan terapinya lebih tinggi. Di negara maju, kebiasaan deteksi dini sudah sangat dipahami dan diminati orang.

"Kalau di tempat kita, pasien sudah besar dan luka dulu, sudah stadium 4, masih berobat ke paranormal dulu baru ke medis," kata dokter yang juga staf pengajar di Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.

Edukasi yang masif tentang pentingnya melakukan SADARI, menurut Prof Noor masih perlu dilakukan. Dibanding metode deteksi dini kanker payudara yang lain, SADARI paling sederhana dan bisa dilakukan sendiri sejak usia remaja, sekurang-kurangnya sebulan sekali setelah haid, antara hari ke-7 hingga hari ke-10 dalam siklus menstruasi.

Baca Juga: Mammografi dan SADARI: Kunci untuk Deteksi Dini Kanker Payudara yang Efektif

Beberapa gejala awal kanker payudara yang dapat teramati melalui SADARI sebagaimana dijelaskan Prof Noor antara lain sebagai berikut:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI