Gen Z dan Milenial Paling Terbuka Sama Isu Kesehatan Mental, tapi Akses Pengobatan Masih Terbatas?

Selasa, 15 Oktober 2024 | 19:17 WIB
Gen Z dan Milenial Paling Terbuka Sama Isu Kesehatan Mental, tapi Akses Pengobatan Masih Terbatas?
Ilustrasi kesehatan mental. [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbicara mengenai kesehatan mental, hal ini bukanlah suatu hal yang dapat disepelekan. Data dari Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa lebih dari 20 juta warga Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional (GME).

Di sisi lain, individu dengan gangguan kesehatan mental masih sering menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Oleh sebab itu, orang-orang yang alami gangguan mental cenderung untuk memendam masalahnya.

Meski demikian, di balik adanya stigma negatif yang ada, rupanya sudah banyak juga masyarakat yang mulai terbuka, khususnya generasi muda. Dalam penelitian IDN Research Institute ditemukan, 51 persen generasi Z dan 42 persen generasi milenial memandang kesehatan mental sebagai isu yang penting.

Bahkan, ditemukan kalau peningkatan konsultasi kesehatan mental rata-rata 23 persen setiap tahunnya. Sebagian besar keluhan dalam konsultasi tersebut, yakni terkait gangguan kecemasan, depresi, dan konseling hubungan.

Baca Juga: Gangguan Kesehatan Mental Bisa Terjadi Pada Siapa Saja, Ini Pentingnya Dukungan Psikologis Bagi Penderita

“Saat ini, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental sudah jauh meningkat, apalagi jika kita bandingkan dengan kondisi di satu dekade lalu. Namun tidak dipungkiri, stigma tabu tetap tidak bisa hilang begitu saja dan dapat berdampak pada resistensi,” ucap Ketua II Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog dikutip dari rilis Halodoc Selasa (15/10/2024).

Ilustrasi Cara Memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia (Pixabay)
Ilustrasi mengalami gangguan kesehatan mental. (Pixabay)

Akan tetapi, peningkatan konsultasi ini juga masih alami kendala lakukan pengobatan. Rendahnya orang-orang yang menjalani pengobatan di Indonesia dipengaruhi oleh keterbatasan jumlah psikiater dan psikolog klinis.

Saat ini, 1 psikiater melayani 250.000 penduduk. Sementara 1 psikolog klinis melayani 90.000 penduduk, jauh dari standar WHO yang merekomendasikan 1:30.000.

Melihat hal tersebut, Halodoc meluncurkan kampanye #PejuangMental. Chief of Medical Halodoc, dr. Irwan Heriyanto, MARS, mengatakan, kampanye ini jadi bentuk komitmen untuk mengedukasi masyarakat untuk tidak self-diagnose. Namun, masyarakat dapat mencari bantuan dengan berkonsultasi.

“Ini adalah komitmen kami dalam memberikan ruang bagi semua orang untuk didengar dan menjadi upaya kami dalam mengedukasi masyarakat untuk tidak swamedikasi (self-diagnose), namun dapat mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan psikolog maupun psikiater,” jelas dr Irwan.

Baca Juga: Awas! Media Sosial Picu Stres hingga Gangguan Mental, Kemenkes Ingatkan Soal Ini

Untuk berbagai layanan kesehatan yang dapat dikonsultasikan yakni mulai dari Awareness, Discovery, Counseling, dan Therapy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI