Suara.com - Pernyataan Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto seputar efek gas air mata yang disebutnya hanya sementara memantik reaksi netizen. Benarkah demikian?
Viral di media sosial, aparat kepolisian dari Polda Jawa Tengah menggunakan gas air mata untuk meredam aksi demonstran "Jateng Bergerak" di Semarang, baru-baru ini. Efek dari gas air mata tersebut dilaporkan tidak hanya berdampak pada massa aksi, tapi juga anak-anak, ibu-ibu, dan masyarakat sipil lain yang ada di sekitar Jalan Pemuda.
Ditanya penggunaan gas air mata yang mengenai masyarakat sipil, Kombes Pol Artanto menyebut apa yang mereka lakukan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur.
"Namanya gas air mata itu kan tentunya akan membuat perih sementara. Itu sebenarnya tidak berbahaya hanya sementara saja, yang sudah terbiasa nggak apa-apa, tapi yang pertama kali kena akan kaget ya tapi satu menit dua menit sudah hilang lagi," ujarnya kepada wartawan, Selasa (27/8/2024).
5 Fakta Gas Air Mata
Gas air mata, meskipun sering dianggap sebagai senjata "tidak mematikan," sebenarnya membawa dampak yang jauh lebih serius daripada yang dibayangkan. Laman Yankes Kemenkes menuliskan senyawa kimia ini dirancang untuk membubarkan kerumunan dengan efek seketika yang mengerikan—mata perih, pandangan buram, sesak napas, dan rasa terbakar di seluruh tubuh.
Tidak heran jika gas air mata menjadi momok dalam setiap demonstrasi atau kerusuhan yang mencoba dikendalikan dengan cara brutal ini.
1. Cara Kerja Gas Air Mata
Gas air mata yang sering disebut dengan kode "CS" ini sebenarnya bukan gas dalam arti sebenarnya. Ini adalah bubuk kimia yang dilepaskan ke udara sebagai kabut halus dan kemudian menyebar dengan cepat, menciptakan awan putih tebal yang menutupi pandangan dan memaksa siapa pun yang terjebak di dalamnya untuk segera mundur. Bentuknya yang kecil, hanya sekitar 10 cm, membuatnya mudah disembunyikan dan ditembakkan melalui berbagai alat, mulai dari semprotan hingga granat.