Suara.com - Metode awake brain surgery atau pembedahan otak dengan pasien dalam kondisi sadar kini menjadi terobosan dalam dunia medis, terutama untuk menangani tumor otak dan kondisi lainnya.
Prosedur ini memungkinkan ahli bedah saraf untuk memantau fungsi vital otak, seperti bicara, gerak, dan sensasi, selama operasi berlangsung. Dengan begitu, risiko defisit pasca-operasi dapat diminimalisir.
Konsultan bedah saraf dari Wockhardt Hospitals Mumbai Central, Dr. Manish Baldia menjelaskan, awake brain surgery memungkinkan tim bedah untuk terus berkomunikasi dengan pasien selama operasi.
"Dokter memeriksa perbaikan gejala dan mengonfirmasi dengan pasien selama operasi DBS," ujar Baldia, mengacu pada prosedur Deep Brain Stimulation (DBS), dikutip dari Antara, Senin (19/8/2024).
Selama prosedur ini, pasien diminta untuk melakukan tugas-tugas tertentu seperti berbicara, menggerakkan anggota tubuh, atau mengidentifikasi objek.
Ini bertujuan agar dokter bedah dapat mengidentifikasi dan menghindari area kritis di otak yang mengendalikan fungsi-fungsi vital, sehingga meminimalisir risiko kerusakan.
Awake brain surgery juga sangat bermanfaat dalam prosedur DBS untuk pasien dengan penyakit parkinson, tremor, distonia, atau kondisi yang melibatkan tumor otak di dekat area yang mengendalikan fungsi penting.
Dengan pasien dalam keadaan sadar, tim bedah dapat langsung menilai efek stimulasi pada gejala pasien, memastikan bahwa pembedahan berjalan aman dan efektif.
Menurut Baldia, prosedur ini tidak hanya meningkatkan penjagaan fungsi kritis otak, tetapi juga mengoptimalkan pengangkatan jaringan bermasalah, serta mengurangi risiko defisit neurologis.
Namun, seperti prosedur bedah lainnya, awake brain surgery juga memiliki risiko, termasuk infeksi, pendarahan, kejang, atau reaksi terhadap obat-obatan.