Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Ada 22 layanan aspek kesehatan yang diatur dalam peraturan tersebut. Salah satunya berkaitan dengan ibu dan anak serta pemberian susu formula (sufor) untuk anak di bawah usia 2 tahun.
Dalam PP tersebut ada sejumlah larangan yang diberlakukan bagi produsen sufor. Termasuk larangan memberi diskon terhadap produk sufor.
Ahli Gizi UGM, Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih mengatakan aturan ini bukan hal baru. Sejak lama aturan itu memang bertujuan untuk melindungi anak-anak agar tetap mendapatkan ASI.
Baca Juga: UGM Gelar Pelatihan Kepemimpinan dan Kewirausahaan Digital bagi Perempuan
Konteks susu formula yang harus dipahami di sini, kata Miza adalah susu yang diperuntukkan bagi bayi berusia di bawah enam bulan. Aturan untuk membatasi promosi atau iklan sufor itu dinilai tepat dilakukan.
"Karena kalau iklannya tidak dibatasi maka ibu-ibu di Indonesia ini tidak akan teredukasi maksimal tentang ASI eksklusif, mereka akan memilih penggunaan susu formula," ujar Mirza, saat dihubungi SuaraJogja.id, Jumat (2/8/2024).
Padahal, Mirza menuturkan pemanfaatan ASI eksklusif tidak hanya sekadar untuk bahan makanan bagi bayi saja. Tetapi ada banyak faktor lain yang bisa didapatkan oleh ibu dan anak.
"Bagaimana imunitas anak, bonding ibu dengan dengan, itu kan juga menjadi concern yang tidak bisa dinilai dengan rupiah. Artinya itulah kenapa undang-undang itu menjaga hak anak dan hak ibu, supaya keduanya bisa berperan secara maksimal sebagai seorang ibu dan anak bisa mendapatkan haknya yang paling sempurna," tandasnya.
Dia mengambil contoh tentang aturan susu formula di luar negeri. Dikatakan Mirza, susu formula di luar negeri sendiri diatur peredarannya.
Baca Juga: Tak Ingin Muncul Firli Baru, Pukat UGM Berikan Sejumlah Catatan Dalam Proses Seleksi Capim KPK
Sehingga tidak seperti di Indonesia yang dijual bebas dan dapat diakses siapa saja. Tetapi susu yang kemudian harus menggunakan resep spesialis anak ketika hendak mendapatkannya.
"Susu formula itu kalau di luar negeri adalah susu-susu yang diresepkan oleh para spesialis anak untuk anak-anak yang memang mengalami kebutuhan yang tidak bisa diberikan ASI. Jadi memang diresepkan bukan dijual bebas," ungkapnya.
Mirza menilai aturan ini memiliki tujuan yang baik bagi masyarakat. Pasalnya jika tidak diatur maka dikhawatirkan masyarakat akan lebih memilih hal praktis dengan membeli sufor sehingga manfaat penting ASI dilupakan.
"Sebenarnya maksud dan peran dari aturan itu seperti itu. Kalau nanti diizinkan iklan besar-besaran, maka dipastikan manusia akan memilih hal yang praktis ya daripada susah-susah untuk menyusui, karena menyusui itu kan juga perjuangan ya, enggak mudah gitu, itu lah maksud dari undang-undang itu diterbitkan," ucapnya.
"Jadi bukan sesuatu yang harus kita anggap sebagai kontradiktif atau suatu peraturan yang tidak pro dengan kebutuhan rakyat tetapi memang tujuan utamanya itu," tandasnya.