Suara.com - Seorang remaja berusia 19 tahun harus berjuang untuk hidup setelah penggunaan vape menyebabkan paru-parunya rusak parah. Perempuan tersebut dilarikan ke UGD dengan gejala sesak napas, batuk, dan demam tinggi selama seminggu.
Dokter awalnya mendiagnosisnya dengan pneumonia bakterial setelah rontgen menunjukkan "kekeruhan kaca" di paru-parunya, namun antibiotik gagal meredakan gejalanya.
Ini adalah area kabur yang terlihat pada pemindaian paru-paru, yang mengindikasikan kerusakan yang disebabkan oleh pneumonia atau penyakit pernapasan lainnya. Istilah ini berasal dari teknik pembuatan kaca di mana permukaan kaca diledakkan dengan pasir agar kaca terlihat kabur atau buram.
Biasanya paru-paru tampak hitam pada sinar-X dan CT scan, namun area abu-abu kabur menunjukkan bahwa kantung udara di paru-paru mungkin berisi cairan atau zat lain.
Baca Juga: Berhenti Merokok Tidak Mudah, Perokok Dewasa Bisa Manfaatkan Produk Tembakau Alternatif
Setelah perempuan itu mengungkapkan bahwa dia telah menggunakan vape pacarnya selama sebulan, dokter mendiagnosisnya dengan cedera paru-paru akibat e-vaping (EVALI).
EVALI adalah penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh bahan kimia dalam vaping, dengan gejala umum seperti sesak napas, batuk, nyeri dada, dan demam.
Setelah didiagnosis, perempuan tersebut diberi steroid yang memperbaiki kondisinya dan disarankan untuk berhenti vaping. Laporan kesehatan mencatat sekitar 2.600 kasus EVALI yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2020 di AS, dengan banyak pasien memerlukan perawatan intensif dan ventilasi mekanis.
Prognosis umumnya baik jika EVALI diidentifikasi dan diobati dengan benar, serta jika penggunaan vape dihentikan. Berbeda dengan rokok, vape bekerja dengan cara memanaskan cairan hingga membentuk uap yang dihirup.
Baca Juga: Gagal Jadi Legislatif, Kesehatan Dede Sunandar Drop Kena Sakit Kronis