Viral BKKN Targetkan Pasutri Minimal Lahirkan Satu Anak Perempuan, Peneliti: Kematian Ibu Sangat Tinggi!

Selasa, 02 Juli 2024 | 08:37 WIB
Viral BKKN Targetkan Pasutri Minimal Lahirkan Satu Anak Perempuan, Peneliti: Kematian Ibu Sangat Tinggi!
Ilustrasi hamil (freepik.com/tirachardz)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini viral Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo membuat target satu pasangan suami istri, minimal melahirkan satu anak perempuan. Langkah ini dilakukan sebagai solusi turunnya angka kelahiran di Indonesia.

Menanggapi ini, Peneliti sekaligus Ketua Health Collaborative (HCC) Dr.dr.Ray Wagiu Basrowi mengakui, melahirkan anak perempuan bisa jadi salah satu cara untuk mengatasi krisis populasi yang diduga mengancam Indonesia.

Namun alih-alih berfokus pada kuantitas, Dr. Ray mengingatkan pemerintah untuk tidak melulu berfokus pada kuantitas atau jumlah manusia. Kata dia, solusi mengatasi krisis populasi harus dibarengi sistem kesehatan negara yang sepadan dengan jumlah penduduk.

Ilustrasi melahirkan bayi (Freepik/rawpixel.com)
Ilustrasi melahirkan bayi (Freepik/rawpixel.com)

"Memang melahirkan anak perempuan untuk solusi krisis populasi itu akan bagus untuk meningkatkan jumlah populasi. Tetapi tidak boleh hanya memikirkan kuantitas, harus dibarengi dengan sistem kesehatan dan yang menunjang kesehatan reproduksi dan kesehatan mental. Ada berapa banyak angka kematian ibu di Indonesia? Masih sangat tinggi," ujar Dr. Ray ditemui suara.com di Senayan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).

Baca Juga: 42 Balita Keracunan Makanan Pencegah Stunting di Sulbar, Kepala BKKBN Minta Pemda Libatkan Ahli Gizi

Dokter yang juga Dosen Program Magister Kedokteran Kerja di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengingatkan, target mempertahankan jumlah penduduk ini juga harus dibarengi dengan membuat prioritas kesehatan reproduksi di Indonesia lebih baik.

Contohnya dengan kebijakan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), kesehatan reproduksi remaja (KRR) dan penanggulangan penyakit menular seksual (PKMS) secara praktik di masyarakat harus diterapkan dengan tegas.

Sayangnya, saat ini meski cuti melahirkan 6 bulan sudah disahkan. Tapi praktiknya tidak semua ibu pekerja yang berhak mendapatkannya, karena hanya berdasarkan kondisi medis dan darurat saja. Ditambah cuti melahirkan untuk suami juga maksimal 5 hari tapi dengan kesepakatan tertentu.

"Jadi punya anak perempuan dengan sistem kesehatan reproduksi itu justru kontra produktif," papar Dr. Ray.

Ia juga menambahkan, perempuan Indonesia juga masih dibayangi dengan kondisi pendarahan saat proses persalinan, dan tidak jarang dalam kondisi ini banyak perempuan meregang nyawa.

Baca Juga: Penghasilan Orang Stunting 22% Lebih Rendah dari yang Tidak Stunting, Indonesia Emas Bisa Gagal?

"Selain itu, ada begitu banyak anak perempuan yang lahir kemudian ketika mereka harus melahirkan terkena HPP atau postpartum hemorrhage (pendarahan setelah melahirkan) lalu infeksi dan melahirkan anak perempuan yang prematur, stunting atau anemia," ungkapnya.

"Jadi solusinya adalah kita bisa saja melahirkan lebih banyak anak perempuan untuk keberlanjutan populasi di Indonesia tapi harus di barengi dengan kemapanan kesehatan reproduksi dan kesehatan perempuan Indonesia," pungkas Dr. Ray.

BKKBN target pasutri minimal lahirkan satu anak perempuan

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo Wardoyo menyebut angka kelahiran atau fertility rate di Indonesia menurun. Penurunan mencapai angka ideal alias minimal yakni 2,18, sehingga ia menargetkan agar setiap pasangan suami  istri melahirkan paling tidak satu anak perempuan.

"Kami punya target 1 perempuan rata-rata melahirkan 1 anak perempuan. Oleh karena itu BKKBN menargetkan anaknya kalau bisa 2,1 jangan hanya 2. Karena kalau anaknya dua lebih sedikit maka hampir dipastikan 1 perempuan akan melahirkan anak 1 perempuan," kata Hasto di Semarang beberapa waktu lalu.

Dia mengakui penurunan itu mencapai angka ideal (minimal) karena dua anak yang dilahirkan akan menggantikan orang tuanya.

Pernyataan serupa juga pernah sempat dilontarkan mantan ketua Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof.Dr.dr.Budi Wiweko, SpOG.FER. Ia mengatakan pada 2030 mendatang Indonesia diprediksi akan alami krisis populasi.

Prediksi ini disandarkan pada pada fertility rate Indonesia di 2030 akan mencapai angka 1,3. Ini artinya pada 6 tahun mendatang, mayoritas pasangan suami istri hanya punya seorang anak dalam keluarga.

"Diramalkan pada 2030 fertility rate Indonesia mencapai 1,3. Sedangkan saat ini Singapura angka fertility ratenya sudah di bawah 1. Jadi karena populasinya yang terus menurun Singapura dan juga seperti Jepang maupun Korea program kehamilan atau seperti bayi tabung itu dibayarin negara," papar Prof. Budi.

"Angka total fertility rate itu sekarang di Indonesia angkanya 2,14. Dulu zaman dulu mada Soeharto fertility rate kita 5," jelasnya.

Di sisi lain, Prof. Budi mengatakan populasi suatu bangsa atau negara akan bertahan, jika minimal angka kesuburan berada di angka 2,1 dari jumlah penduduk. Adapun kata dia, kondisi masyarakat Jakarta mulai alami krisis populasi.

"Kalau lihat Jakarta fertility ratenya itu 1,75. Jadi itu kalau di Jakarta suami istri punya anak cuma satu," pungkas Prof. Budi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI