Suara.com - Dokter Tirta Mandira Hudhi menduga adanya kelainan ritme jantung atau aritmia yang menyebabkan atlet bulutangkis China, Zhang Zhi Jie, meninggal dunia saat tanding di Yogyakarta.
Selain mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Zhang Zhi Jie, dr. Tirta juga mengingatkan kondisi ini bisa terjadi tidak hanya pada atlet, tapi juga orang biasa, termasuk para sport enthusiast.
"Yang pertama, ketika pebulu tangkis jatuh, terkapar dan ada keadaan kejang, itu kemungkinan besar ada kelainan elektrik pada jantung atau gangguan ritme pada jantung (aritmia)," ujar dr. Tirta dalam video singkatnya di Twitter dikutip suara.com, Senin, Senin (1/7/2024).
Aritmia adalah gangguan irama jantung yang berupa detak jantung yang tidak normal, bisa saja iramanya tidak beraturan, terlalu cepat, atau terlalu lambat. Kondisi ini terjadi saat impuls listrik di jantung tidak bekerja dengan baik.
Baca Juga: Dokter Tirta Duga Penyebab Meninggalnya Pebulu Tangkis Zhang Zhi Jie: Bisa Terjadi ke Orang Biasa
Menurut dr. Tirta, dalam kondisi tertentu, aritmia ini bisa menyebabkan aliran darah ke tubuh terutama otak menurun secara drastis. Ia juga menduga atlet yang masih berusia 19 tahun itu mengalami ventrikular fibrilasi dan ventrikular tatikadri, sehingga membuatnya kolaps di tempat.
"SOP-nya kalau terjadi diagnosa kelainan elektrik pada jantung atau gangguan aritmia jantung, atau yang mengakibatkan seperti itu, harus ada pertolongan dalam jeda 1atau 2 menit untuk memperpanjang kemungkinan hidup untuk dibawa ke RS," jelas dr. Tirta.
Melansir Web MD, Sudden cardiac death (SDC) atau henti jantung mendadak adalah kematian tiba-tiba yang tidak terduga yang disebabkan perubahan irama jantung atau aritmia.
Sebagai catatan, henti jantung mendadak berbeda dengan serangan jantung atau miokard. Namun kondisi ini bisa terjadi saat serangan jantung terjadi.
Serangan jantung terjadi saat adanya penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah ke jantung, sehingga jantung tidak dapat menerima oksigen yang cukup. Kondisi ini yang akhirnya menyebabkan kerusakan jantung.
Baca Juga: Dokter Tirta Duga Penyebab Meninggalnya Pebulutangkis Zhang Zhi Jie: Bisa Terjadi ke Orang Biasa
Sedangkan pada henti jantung mendadak, terjadi ketika ada sistem kelistrikan jantung tidak berfungsi dan tiba-tiba detak jantung sangat tidak teratur. Jantung bisa berdetak sangat cepat sehingga darah tidak dialirkan ke seluruh tubuh.
Di menit-menit awal, kekhawatiran terbesar yaitu darah yang mengalir ke otak akan berkurang drastis, sehingga hilang kesadaran alias pingsan. Pada tahap ini bisa menyebabkan kematian, jika tidak segera dilakukan perawatan darurat alias pertolongan pertama.
Melansir Helsana, saat jantung seseorang tiba berhenti berdetak maka setiap detiknya akan sangat berarti, ia perlu segera kompresi dada sesegera mungkin dan defibrilator akan sangat membantu. Berikut ini pertolongan pertama henti jantung mendadak:
1. Hubungi tim medis darurat
Saat korban tidak sadarkan diri atau tidak merespon, tidak bernapas dengan normal, bisa jadi jantung atau pernapasannya terganggu, maka segeralah hubungi petugas medis dengan menghubungi ambulan atau Kemenkes melalui 119. Beritahu lokasi kejadian, apa yang terjadi, berapa orang yang terluka, dan mereka mengalami cedera apa saja, dan siapa nama penelpon.
2. Minta bawa defibrilator
Defibrilator adalah stimulator detak jantung yang menggunakan listrik dengan tegangan tinggi untuk memulihkan korban serangan jantung. Jika sendirian, meminta seseorang membawakan defibrilator akan sangat membantu, hidupkan, lalu ikuti instruksi secara cermat.
3. Ambil posisi CPR
Langkahnya yaitu berlutut samping pasien, lalu letakkan tumit tangan Anda di tengah dadanya (tulang dada), sementara tangan lainnya berada di atasnya. Lakukan CPR dalam posisi lengan lurus, bahu diposisikan tepat di atas tangan. Posisi ini adalah cara terbaik untuk mentransfer kekuatan saat melakukan kompresi.
3. Kompresi dada
Lengan lurus, gunakan berat badan atas untuk menekan dada korban ke bawah sedalam 5 hingga 6 centimeter. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100 hingga 120 kali per menit.
Setelah kompresi, dada harus kembali ke posisi semula sepenuhnya. Lakukan kompresi dada terus menerus minimal 30 kali. Lanjutkan sampai layanan darurat atau petugas medis mengambil alih atau hingga pasien mulai bernapas.