Suara.com - Aneurisma otak menjadi salah satu penyakit yang berpotensi mengancam jiwa. Ini adalah suatu kondisi di mana terjadi pelebaran abnormal pada dinding pembuluh darah di otak.
Dijelaskan Dokter Bedah Saraf dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), bentuknya menyerupai balon yang menggembung keluar dari arteri. Ibarat bom waktu, balon dengan lapisan yang sangat tipis ini berpotensi pecah dan menyebabkan perdarahan di dalam otak dan dapat berakibat fatal.
Menurut data dari Brain Aneurysm Foundation, 1 dari 50 orang memiliki aneurisma yang belum pecah. Setiap 18 menit 1 aneurisma pecah dan sekitar 500.000 orang meninggal di seluruh dunia setiap tahun akibat aneurisma otak.
Sementara di Indonesia, kata dr. Kusdiansah, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dan RS PON beberapa tahun belakangan mencoba mendata berapa banyak kasus aneurisma otak yang terjadi.
Baca Juga: Akhirnya Muncul Lagi di TV, Tukul Arwana Dulu Bisa Dapat Honor Dua Digit per Episode
"Tapi sebagai gambaran yang terjadi di RS PON sendiri, yang datang ke RS PON itu kurang lebih 100 pasien per tahun yang kami tangani. Dan kami sudah tangani lebih dari 1000 kasus aneurisma otak yang sejak rumah sakit ini berdiri," jelas dia.
Sayangnya, kata dr. Kusdiansah, hal tersebut seperti fenomena gunung es, di mana angka 1000 tadi hanya yang ada di permukaannya saja. Sebab, masih banyak kasus aneurisma otak yang belum ketahuan. Terlebih penyakit ini, kata dia tidak menunjukkan gejala sampai terjadi pembesaran yang cukup signifikan atau pecah.
"Gejala yang mungkin muncul sebelum pecah termasuk sakit kepala parah, penglihatan kabur atau ganda, nyeri di sekitar mata, atau gangguan saraf lainnya," kata dr. Kusdiansah.
Jika aneurisma pecah, lanjut dia, gejalanya bisa berupa sakit kepala tiba-tiba yang sangat hebat, mual, muntah, leher kaku, kehilangan kesadaran, atau bahkan kematian.
Aneurisma otak sendiri bisa ditangani dengan teknik pembedahan clipping atau menjepit yang bertujuan untuk menghentikan aliran darah ke aneurisma, sehingga mencegah pecahnya aneurisma di masa depan, atau pecah kembali setelah mengalami pendarahan otak.
Baca Juga: Tukul Arwana Sakit Apa? Penampilan Terbarunya saat Muncul Lagi di TV Jadi Perbincangan
Pada prosedur ini, dr. Kusdiansah mengatakan dokter bedah saraf akan membuat sayatan di kulit kepala dan membuka sebagian kecil tulang tengkorak untuk mengakses otak.
"Dengan bantuan mikroskop khusus, dokter akan mencari dan mengidentifikasi lokasi aneurisma dan melakukan penjepitan pada leher aneurisma dengan clip, biasanya berbahan titanium," jelasnya lagi.
Pelatihan Operasi Clipping untuk Menangani Aneurisma Otak
Pembedahan clipping ini sebenarnya sudah biasa dikerjakan di rumah-rumah sakit pendidikan di Indonesia. Namun saat ini Kemenkes, RS PON, Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (PERSPEBSI) dan Aesculap Academy Indonesia, yang bekerjasama Barrow Neurological Institute (BNI) melaksanakan pelatihan microsurgery kepada 20 orang bedah saraf dari 20 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tersebut kepada dokter-dokter bedah saraf di seluruh Indonesia. Diharapkan sampai akhir 2024 ini semua provinsi di Indonesia sudah memiliki dokter bedah saraf dengan kemampuan microsurgery. Pelatihan ini juga diikuti para ahli bedah saraf dari 10 pusat pendidikan bedah saraf terbaik se-indonesia.
Pada pelatihan ini, BNI, jelas Direktur RS PON, dr. Adin Nulkhasanah SpS, MARS, memperkenalkan model kepala manusia yang dicetak secara 3D untuk pelatihan operasi clipping.
Model ini akan digunakan di seluruh dunia dan digunakan pertama kali di Jakarta. Teknologi ini memberikan simulasi yang sangat mirip dengan jaringan manusia dan kondisi bedah sebenarnya, sehingga memberikan pengalaman pelatihan yang lebih realistis dan efektif.
"Teknologi ini telah dikembangkan selama lebih dari 2 tahun oleh tim multidisiplin di pusat inovasi Barrow. Kami sangat berharap bahwa para dokter bedah saraf bisa meningkatkan kapasitasnya melalui workshop clipping ini," jelasnya lagi.
Ketua PERSPEBSI, Prof. dr. Joni Wahyuhadi SpBS, mengatakan, jika ini adalah salah satu upaya pihaknya dan Kemenkes untuk meningkatkan kemampuan Sumber daya Manusia dalam menangani aneurisma otak dan stroke yang merupakan pembunuh nomer dua di Indonesia.
"Hari ini kita mengadakan microsurgery cource dan hands on dengan mendatangkan ahli dari Amerika dan Jepang dalam meningkatkan neurointervensi terutama dalam penanganan aneurisma yang bisa ditangani dengan clipping atau menjepit," tutu dia.