RPP Kesehatan Atur Tentang Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah, Pakar: Terlalu Dekat

Selasa, 11 Juni 2024 | 11:05 WIB
RPP Kesehatan Atur Tentang Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah, Pakar: Terlalu Dekat
Ilustrasi perokok anak usia pelajar. (Suara.com/Fajar Ramadhan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 akan mengatur tentang pengamanan zat adiktif, yakni produk tembakau. Salah satu pasal di dalamnya mengatur terkait zonasi penjualan rokok dalam radius minimal 200 meter dari sekolah.

Jarak tersebut dinilai kurang ideal dalam upaya mencegah anak terpapar kebiasaan merokok sejak dini. Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan jarak 200 meter dari sekolah itu masih terlalu dekat.

"Terlalu dekat, kurang jauh. Tapi dalam menyikapi sesuatu memang perlu ada kompromi, untuk tahap awal masih bisa terima 200 (meter). Walaupun keinginannya, idealnya yang bagus tidak ada iklan, tidak ada toko yang menjual rokok dalam jarak dekat dari anak sekolah," kata Prof. Hasbullah saat dihubungi suara.com, Senin (10/6/2024).

Persoalan jarak tersebut, lanjut Prof. Hasbullah, memang harus diatur secara serius. Tujuannya agar anak tidak mudah mendapatkan rokok, sehingga harapannya mereka tak akan bisa terpapar dengan zat adiktif tersebut.

Baca Juga: Asosiasi Konsumen: Produk Tembakau Alternatif Tak Pernah Ditujukan bagi Anak-anak

"Membuat anak-anak sekolah sangat berbahaya karena begitu dia cobain, candu. Awalnya mau eksistensi diri, kalau sudah kecanduan akan susah berhenti," ujarnya.

Sekalipun kebanyakan daerah kini telah memiliki aturan Pemda mengenai Kawasan Tanpa Roko (KTR), dia belum melihat adanya hasil signifikan dalam penanganan jumlah perokok anak. Hal tersebut dinilai prof. Hasbullah kalau aturan mengenai pengendalian rokok di Indonesia masih lemah.

"KTR aja kalau aturan doang tertulis tidak ada yang enforcement (penegakan), tidak ada yang kawal, ya macan ompong," kata prof. Hasbullah.

"Kemenkes harus kelola, cari anggaran. Saya sih menyarankan paling tidak 5 persen dari hasil cukai rokok dipakai untuk mensosialisasikan. Terus membayar, quote and quote, polisi pengendalian tembakau. Jadi peraturan itu dipahami oleh orang dan takut juga dilanggar oleh orang karena ada yang mantau," imbuhnya.

Suara.com coba mengonfirmasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi. Sayangnya, dr. Nadia enggan menanggapi lebih banyak. Dia meminta publik menunggu RPP Kesehatan tersebut disahkan oleh pemerintah pusat.

Baca Juga: Viral Oknum Pegawai Dishub Palak Sopir Pick Up di Kawasan Daan Mogot, Netizen: Bukti Jelas Apa Ada Tindakan?

"Ditunggu dulu aja aturannya. Supaya lebih pasti ya," kata Nadia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI