Suara.com - Pemerintah didesak membuat banyak iklan layanan masyarakat terkait bahaya merokok sebagai upaya untuk menurunkan angka perokok pada anak. Data pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan prevalensi perokok anak meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Selain membuat aturan yang makin ketat terkait penjualan dan konsumsi, Komnas Pengendalian Tembakau Prof. Hasbullah Thabrany menyarankan pemerintah juga harus menggalakkan edukasi lewat iklan layanan masyarakat yang selama ini dinilai belum pernah dilakukan.
"Tetap harus dinaikkan (langkah edukasi) karena sekarang ini terlalu lemah pemerintah. Di mana coba iklan pemerintah yang menggambarkan bahaya merokok, dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan? Saya tidak pernah melihat definisi iklan yang besar itu. Ini satu bukti saja kalau pemerintah masih tidak peduli," kata prof Hasbullah saat dihubungi suara.com, Senin (10/6/2024).
Menurutnya, edukasi itu masih penting dilakukan mengingat kualitas pendidikan kebanyakan masyarakat Indonesia juga masih rendah. Prof. Hasbullah mengatakan bahwa orang tua yang masih memiliki anak remaja perlu jadi salah satu sasaran edukasi tersebut. Karena mereka yang akan jadi 'penjaga' bagi anak-anaknya agar terhindar dari pengaruh rokok.
"Kebanyakan orang tua kita 85 persen tenaga kerja kita pendidikannya hanya SMP. Jadi nggak punya dorongan kuat jangka panjang untuk mencegah agar anaknya tidak merokok, yang dikhawatirkan itu kan dampak jangka panjangnya," ujarnya.
Dia juga mengkritisi aturan pelarangan penjualan dan iklan produk rokok berjarak 200 meter dari pusat pendidikan yang ada di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Prof. Hasbullah menegaskan kalau ketentuan jarak itu masih terlalu dekat.
"Idealnya yang bagus tidak ada iklan, tidak ada toko yang menjual rokok dalam jarak dekat dari anak sekolah. Dan yang lebih penting lagi adalah harus ada pengawasan ketika rokok dijual," ujarnya.
Suara.com coba mengonfirmasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi. Sayangnya, dr. Nadia enggan menanggapi lebih banyak. Dia meminta publik menunggu RPP Kesehatan tersebut disahkan oleh pemerintah pusat.
"Ditunggu dulu aja aturannya. Supaya lebih pasti ya," kata Nadia.
Baca Juga: 6 Tuntutan Industri Rokok di RPP Kesehatan, Ada 3 Point yang Tidak Lindungi Anak!