Suara.com - Komnas Pengendalian Tembakau (PT) menilai aturan pemerintah tentang pengendalian rokok yang ada saat ini masih lemah. Sejumlah peraturan maupun undang-undang yang dibuat belum mengatur secara menyeluruh dalam upaya mengendalikan jumlah perokok, terutama perokok anak.
"Ya memang (aturannya) masih lemah, tapi setidaknya sudah lebih baik dari sebelumnya," kata Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Prof. Hasbullah Thabrany saat dihubungi suara.com, Senin (10/6/2024).
Prof. Hasbullah menyarankan ada lima poin terkait rokok yang seharusnya turut diatur oleh pemerintah. Poin-poin itu di antaranya:
1. Standar bentuk edukasi bahaya rokok
Baca Juga: Prevalensi Perokok Anak Melonjak, Rokok Batangan Jadi Biang Kerok? Peneliti Ungkap Fakta
Edukasi tentang bahaya rokok harus selalu dilakukan. Tak hanya jumlahnya yang diperbanyak, prof Hasbullah juga mengingatkan pentingnya membuat materi edukasi dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti kebanyakan kelompok masyarkat.
"Jangan menggunakan bahasa yang tinggi, sementara sebagian besar penduduk kita pendidikannya hanya sampai SMP. Jangan pakai bahasa asing yang enggak nyambung," sarannya.
2. Minimalisir iklan rokok
Harus ada penegasan terkait iklan rokok yang tidak boleh ada di dekat area sekolah. Serta penayangan iklan rokok di televisi hanya pada jam tertentu dan dibatasi jumlahnya.
3. Harga dinaikan, kandungan zat adiktif dikurangi
Harga rokok yang beredar sekarang dinilai masih terlalu murah, sehingga bisa dibeli oleh siapa saja. Sehingga, menaikan harga rokok dinilai bisa jadi cara untuk mengendalikan masyarakat dalam membeli rokok.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengatur industri rokok dalam memasukan kadar zat adiktif. Misalnya, mengurangi kadar tar dan nikotin pada setiap batang rokok.
4. Bimbing petani tembakau alih profesi
Agar para petani tembakau tidak kehilangan pekerjaan, pemerintah bisa membimbing para pekerjaan untuk alih profesi tidak di dalam industri rokok.
"Diarahkan, misalnya jadi pekerja restoran yang bagus kan lebih baik pekerjaannya daripada pekerja kasar. Kebanyakan pekerja rokok itu, mohon maaf, perempuan yang memang gajinya sangat kecil. Di banyak daerah biasanya perempuan tidak banyak bekerja, daripada nggak kerja ya udah nggak apa-apa digaji Rp500 ribu," kata prof Hasbullah.
Beberapa kajian yang sudah dilakukan, lanjutnya, jadi petani tembakau sebenarnya tidak terlalu menguntungkan. Oleh sebab itu, perlu peran pemerintah dalam memberi pengetahuan tentang peluang bertani tanaman yang lain.
5. Sisihkan 5 persen cukai rokok untuk petani
Selama alih profesi tani, pemerintah perlu memberikan modal awal yang dananya bisa diambil dari pembayaran cukai rokok. Menurut prof. Hasbullah, 5 persen dari total cukai rokok saja sudah bisa untuk diberikan kepada petani sebagai modal edukasi serta menanam tanaman baru.
"Cukai rokok Rp245 triliun itu harusnya paling tidak 5 persen itu Rp12 triliun, dipakai untuk pemberdayaan pekerja di lingkungan industri rokok tembakau supaya mereka bisa pindah ke pekerjaan lain yang tidak menimbulkan kecanduan tapi juga mendapatkan penghasilan, lebih baik itu," pungkasnya.