Suara.com - Jumlah perokok usia anak sekolah hingga kini masih cenderung tinggi. Dilihat dari data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak 56,5 persen Sementara untuk anak di usia 10-14 tahun sebanyak 18,4 persen.
Tingginya angka perokok anak ini lantas menjadi perhatian. Dari pantauan Suara.com di lapangan, nyatanya saat ini sangat mudah menemukan anak berseragam sekolah di jalan atau di kafe, yang sebagian terlihat sedang merokok.
Bahkan ketika jam pulang sekolah, kita juga akan sering melihat anak sekolah merokok di jalan sambil naik motor bergerombol. Beberapa anak sekolah bahkan memiliki basecamp sendiri untuk berkumpul usai pulang sekolah untuk sekedar nongkrong sambil menghisap batangan rokok.
Sosok pelajar sekolah yang juga menjadi perokok sendiri yakni Rizky (17). Pelajar salah satu SMA di Jakarta Timur ini mengaku dirinya sudah merokok sejak di bangku SMP. Alasan Rizky memilih merokok ini juga karena pengaruh lingkungan pertemannya.
Baca Juga: Picu Perokok Anak, Kemenkes Larang Adegan Merokok di Podcast: Bakal Kena Take Down!
“Saya udah dari SMP, waktu itu ikut-ikut teman, cuma sampe sekarang masih,” ungkap Rizky kepada Suara.com, Kamis (6/6/2024).
Rizky mengaku, biasanya saat berkumpul, mereka akan membeli sebungkus rokok yang akan dibagi satu-satu. Namun, beberapa kali, dengan mudah Rizky membeli eceran di warung dekat sekolah atau basecamp tempat berkumpulnya.
“Biasanya sehari bisa abis tiga sampai empat batang, belinya ada di dekat parkir warung, batangan juga dikasih. Cuma lebih sering beli di tempat nongkrong ada warung juga,” katanya.
Aktivitas merokoknya ini rupanya juga sudah diketahui oleh keluarga. Awalnya, pihak keluarga sempat marah saat tahu. Namun, saat ini ia mengaku kalau keluarganya sudah biasa saja.
“Awalnya diam-diam, tapi ketahuan langsung dimarahin. Tapi gak lama, sih, abis itu udah biasa aja, soalnya abang sama bapak juga ngerokok,” ungkapnya.
Baca Juga: RPP Kesehatan Belum Disahkan, Perokok Anak Makin Merajalela: Dampaknya Ngeri Loh!
Bukan hanya pada anak SMA, aktivitas pelajar merokok ini juga sudah dilakukan oleh anak SMP. Berdasarkan pengakuan F (15), meski dirinya tidak merokok, biasanya teman-temannya akan mampir ke warung untuk membeli sebatang rokok sepulang sekolah.
“Kalau lihat teman-teman sih, ya setiap pulang ke warkop gitu, beli sebatang pada ngerokok, tapi saya cuma liat doang, tapi ada beberapa teman yang ngerokok gitu,” ujarnya.
Pengakuan Pemilik Warung Rokok
Para pelajar yang merokok ini juga tidak lepas dari kemudahan yang diberikan para pemilik warung rokok, terutama di kawasan sekolah. Berdasarkan keterangan Nur (48), salah satu pemilik warung rokok, ia biasanya memang menjual rokok begitu saja ketika ada yang membeli.
Ia juga tidak pernah melarang jika ada anak yang membeli rokok. Pasalnya, sebagai penjual, ia memang melayani pembelian apa saja kepada pelanggannya.
“Beberapa anak sekolah mah ada aja beli. bungkusan ada, batangan juga. Tapi kita mah kan penjual, ngelayanin aja, jadi enggak ngelarang,” ungkap Nur.
Hal serupa juga dilakukan Madih (51). Awalnya ia mengaku kaget karena para pembelinya itu anak SMP. Hanya saja, ia tidak pernah melarang anak itu membeli rokok di warungnya.
“Kalau dulu pas awal kagetnya kaya ‘oh ternyata bocah SMP udah pada nyebat’, cuma ya kita kasih aja, namanya anak-anak,” jelasnya.
Pengakuan lainnya dari U (39), meski warungnya cukup dekat dengan sekolah, ia juga tidak pernah melarang murid untuk membeli rokok. Bahkan, menurut U, para guru sekolah kemungkinan tahu beberapa muridnya membeli rokok di warungnya. Hanya saja, sejauh ini tidak ada teguran apapun sehingga menurutnya tidak masalah.
“Anak-anak beberapa beli batangan gitu, kalo kita gak masalah, kayaknya guru juga tau sih, cuma enggak ada teguran juga jadi kayak udah biasa aja,” ujarnya.
Pengakuan para penjual ini tentu saja sangat kontras dengan aturan yang ada pada RPP Kesehatan. Dalam RPP Kesehatan Pasal 424 E dijelaskan kalau dilarang adanya untuk penjualan rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan.
“Dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak”.
Namun, berdasarkan fakta lapangannya, masih banyak para pelajar yang mudah mengakses pembelian rokok di warung sekitar sekolah. Bahkan, para pelajar yang merokok di depan publik juga seakan dianggap biasa.