"Hasil studi kualitatif CISDI menemukan 7 dari 10 murid sekolah membeli rokok eceran, baik pada konsumsi di 30 hari terakhir maupun saat mencoba rokok untuk pertama kali," ujar Beladenta di waktu dan tempat yang sama.
Sangat mudahnya pelajar di bawah umur membeli rokok eceran di warung kelontong inilah, yang menurut Beladenta, memunculkan berbagai perokok anak setiap tahunnya. Tak main-main, survei 2019 menunjukan, satu batang rokok bisa dibeli dengan hanya merogoh kocek Rp1000 saja.
2. Paparan iklan rokok di media sosial
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI, Benget Saragih, mengakui jika anak sebagai perokok pemula kerap pertama kali mencoba rokok karena pergaulan, dan salah satunya terpapar dari media sosial.
Termasuk para influencer dan artis yang memamerkan adegan merokok di media sosial seperti podcast konten YouTube yang kerap ditonton anak-anak. Inilah sebabnya Benget Saragih dalam RPP Kesehatan menyebutkan bakal ada larangan adegan merokok alias diharuskan diblur atau disamarkan.
"Merokok dari rumah kemudian teman sebaya, media sosial, artis-artis, semua influencer itu makanya kita mengatur itu supaya turun (jumlah perokok anak)," terang Benget.
3. Memajang rokok di dekat produk anak
Lisda Sundari mengatakan industri rokok bersikukuh ingin memajang rokoknya di tempat penjualan seperti warung maupun supermarket. Tujuannya, yaitu agar produk terlihat oleh banyak orang termasuk anak-anak.
"Mereka tuh seringnya bahkan rokok diletakkan di tempat yang bisa dilihat anak-anak. Termasuk ada juga yang dipajang di dekat makanan anak-anak," pungkas Lisda.
Baca Juga: Kolaborasi Hadirkan Pojok Susu yang Lebih Lengkap dan Menyenangkan
Presiden Jokowi Harus Segera Sahkan RPP Kesehatan