Suara.com - Memperingati Hari Hipertensi Sedunia atau World Hypertension Day 2024 pada 17 Mei 2024 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan hipertensi karena obesitas sentral angkanya 3 kali tinggi dibanding yang tidak obesitas.
Fakta ini diungkap langsung Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, dr. Eva Susanti yang mengatakan hipertensi paling banyak dialami penduduk Indonesia berusia 18 hingga 59 tahun.
Mirisnya usia tersebut juga mengalami hipertensi dengan kondisi obesitas sentral, yang angkanya lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi yang obesitas sentral.
"Proporsi penderita hipertensi umur di atas 60 tahun dengan obesitas sentral sama dengan penderita hipertensi yang tidak obesitas sentral," ujar dr. Eva melalui keterangan yang diterima suara.com, Sabtu (18/5/2024).
Baca Juga: Kemenkes Siapkan Lulusan Dokter Spesialis Bertaraf Internasional, Sekolahnya di Mana?
Obesitas sentral adalah kondisi berat badan berlebih yang ditandai lingkar perut lebih besar karena tumpukan lemak.
Selain itu, kata dr. Eva jumlah penderita hipertensi juga cenderung lebih rendah pada orang usia 18 hingga 59 tahun yang cukup melakukan aktivitas fisik.
"Proporsi penderita hipertensi umur 18-59 tahun yang melakukan aktivitas fisik kurang 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi yang melakukan aktivitas fisik cukup,” jelasnya.
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi di atas 140/90, dan dianggap parah jika tekanan di atas 180/120. Kondisi ini jika dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi penyakit stroke, kebutaan penyakit gagal jantung dan juga gagal ginjal.
Inilah sebabnya menurut dr. Eva, kondisi hipertensi bisa dicegah dan dikendalikan dengan memperbaiki pola hidup sehat seperti olahraga dan konsumsi buah sayur. Penting juga menghindari perilaku berisiko hipertensi seperti merokok dan makan makanan asin.
Di sisi lain Presiden Indonesian Society of hypertension (InaSH, 2019-2021) Dr. Tunggul D. Situmorang mengungkap beberapa penyebab hipertensi yang juga harus dikendalikan yakni stres, bertambahnya usia, konsumsi garam dan obesitas. Khusus orang dengan hipertensi, Dr. Tunggul juga mengingatkan untuk tidak berhenti mengonsumsi obat.
“Ada begitu banyak pilihan-pilihan obat, begitu banyaknya obat-obatan, sehingga harus sudah tahu persis bagaimana mekanisme kerjanya, dipakai untuk siapa, dan harus digunakan dengan cara yang baik dan benar,” kata Dr. Tunggul.
Perlu diketahui, hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, dengan 90 hingga 95m persen kasus didominasi oleh hipertensi esensial.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan studi kohor penyakit tidak menular (PTM) 2011-2021, hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi penyebab kematian keempat dengan persentase 10,2 persen.
Data SKI 2023 menunjukkan bahwa 59,1 persen penyebab disabilitas gangguan penglihatan, pendengaran dan kemampuan berjalan pada penduduk berusia 15 tahun ke atas adalah penyakit yang didapat, di mana 53,5 persen penyakit tersebut adalah PTM, terutama hipertensi dengan angka mencapai 22,2 persen.