Suara.com - Masih banyak orang yang memandang sepele pentingnya rangsangan saraf sensorik anak. Padahal Psikolog Klinis Rosdiana Setyaningrum mengatakan saraf sensorik jadi pondasi awal agar perkembangan dan kemampuan belajar anak bisa lebih maksimal.
Rosdiana menjelaskan saat seorang anak mengalami gangguan sensorik hingga dewasa, maka ia akan lebih sulit fokus belajar, bekerja hingga mencerna informasi.
Psikolog yang juga Center Director di MS School dan Wellbeing Center itu mengibaratkan, orang normal akan mampu mengatur pendengaran dengan radius mulai dari 1 hingga 10, lalu saat berkonsentrasi mendengarkan hanya satu sumber suara saja sensitifitasnya akan meningkat di radius 8 hingga 9.

Tapi di luar suara itu, orang tersebut akan mampu mengatur sumber suara lain dengan otomatis 'menurunkan volume', sehingga sensitifitas pendengarannya berkurang di angka 4 hingga 5. Menurunkan dan menambah sensitivitas sensorik inilah yang disebut dengan kemampuan fokus.
"Tapi bayangkan orang dengan gangguan sensorik, semua sumber suaranya akan terus di angka 8 hingga 9, kebayang kan berisik banget. Jadi dia sulit berkonsentrasi fokus pada satu suara yang diinginkan. Jadi energi anak ini bakal cuma habis buat melatih fokus doang, bukan buat belajar," jelas Rosdiana dalam acara diskusi di MS School dan Wellbeing Center di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Mirisnya, itu hanya salah satu dari panca indra yakni pendengaran, karena ada beberapa anak yang alami gangguan sensorik panca indra lainnya seperti penglihatan yang efeknya sulit membaca dan berhitung seperti disleksia. Lalu ada juga masalah keterlambatan bicara seperti speech delay, hingga jalan jinjit karena sensorik sentuhannya terganggu, bahkan kemampuan regulasi emosi anak yang buruk hingga mudah tantrum, juga bisa jadi salah tanda adanya gangguan sensorik.
Rosdiana mengatakan jika kondisi gangguan sensorik ini sudah sangat mempengaruhi proses belajar dan aktivitas sehari-hari, maka anak memerlukan berbagai terapi tambahan. Seperti layanan di MS School dan Wellbeing Center bisa memberikan terapi brain balance therapy.
Terapi ini dilakukan dengan cara membuat kinerja otak lebih seimbang, sehingga jika rangsangan terlalu besar pada otak kanan maka terapi yang diberikan yaitu dengan merangsang otak kiri.
Ini karena otak kiri cenderung berkaitan dengan kemampuan berpikir logis, analitis dan teratur seperti kemampuan membaca, berhitung hingga memecahkan masalah. Sedangkan otak kanan berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi, intuitif dan kreatif.
"Jadi kalau anak pengendalian emosi dan perasaannya berlebihan, maka kita bisa pakai metode brain balance therapy dengan merangsang otak kiri agar kerja otak bisa seimbang dan gangguan sensoriknya berkurang," jelas Rosidana.