Hingga Maret 2024 Sudah Ada 290 Kematian DBD, Kapan Masyarakat Dapat Vaksin Gratis?

Minggu, 24 Maret 2024 | 08:29 WIB
Hingga Maret 2024 Sudah Ada 290 Kematian DBD, Kapan Masyarakat Dapat Vaksin Gratis?
Ilustrasi nyamuk demam berdarah dengue (DBD) (Pexels/Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sudah masuk dalam status Kondisi Luar Biasa (KLB). Bahkan 2024 baru berlangsung 11 minggu, tapi kasus DBD tembus 35.556 dengan 290 kematian.

"Di bulan Maret ini saja, beberapa daerah sudah menetapkan KLB, seperti Jepara, Enrekang, Kutai Barat, Lampung Timur, dan Kab Nagekeo. Oleh karena itu, pemerintah tidak pernah bosan untuk terus menekankan pentingnya 3M Plus, dan termasuk mempertimbangkan pencegahan inovatif seperti Wolbachia dan vaksin DBD," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Ditjen P2P) Kemenkes.

Dari situasi itu,  Kemenkes sempat mengungkap potensi vaksin DBD atau demam berdarah dengue diberikan secara gratis melalui program vaksinasi nasional. Program ini juga kemungkinan akan melengkapi aksi penyebaran nyamuk Wolbachia yang lebih dulu dilakukan.

Gejala Demam Berdarah Dengue dan Cara Mengatasinya (Pexels.com)
Gejala Demam Berdarah Dengue dan Cara Mengatasinya (Pexels.com)

Sayangnya Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Ditjen P2P) Kemenkes, dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan perpaduan program ini baru sebatas wacana, berdasarkan yang sudah dilakukan di Brazil.

Baca Juga: Kemenkes Beri Peringatan: Musim Hujan Tingkatkan Potensi Kasus DBD, Ini Penyebabnya yang Harus Diwaspadai

"Seminggu lalu saya ke Brazil, mereka sama seperti Indonesia, dia melakukan inovasinya dua-duanya, inovasi menggunakan wolbachia dan juga vaksin." ujar Imran melalui keterangan yang diterima suara.com, Sabtu (23/3/2024).

Imran mengatakan meski Brazil telah merilis program wolbachia dan vaksin untuk skala nasional lebih dulu, namun negara tersebut dihadapkan pada tantangan produksi vaksin DBD belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri.

"Jadi memang tidak bisa memang beberapa studi sudah dilakukan, dan di brasil itu begitu dilaunching untuk program nasional itu kebutuhan vaksinnya baru bisa mulai itu baru tahun depan karena produksi vaksinnya nggak cukup," jelas Imran.

Menurut Imran, Brazil baru bisa menjalankan program vaksin DBD skala nasional dengan cara mempersiapkan kemampuan produksi vaksin baru ini harus melalui tahap yang cukup lama. Kenyataan inilah yang membuat Indonesia bercermin, untuk lebih dulu mempersiapkan kapasitas produksi vaksin DBD di dalam negeri.

"Ya kita juga secara nasional harus mengukur, pabriknya sebesar apa, jadi makanya kalau di daerah mereka mau melakukan dalam skala terbatas di daerah mungkin masih bisa," paparnya.

Baca Juga: Kenali Tanda Polio Sejak Dini, Kelumpuhan Permanen Sulit Pulih Sepenuhnya

Imran menambahkan, jika nantinya program vaksin DBD digelar secara nasional bakal ada kategori usia sebagai target utama. Target kelompok ini disesuaikan berdasarkan faktor risiko kejadian DBD di masyarakat.

"Paling banyak usia sekolah 5 sampai 14 tahun itu paling bahaya dan paling sering berdasarkan kasus maupun kematian. Kalau ada vaksin gratis ya sasaran utama anak-anak itu," terang Imran.

Adapun program pencegahan dan penanganan DBD di Indonesia saat ini sedang berfokus pada 3M Plus yaitu menguras dan menyikat, menutup tempat penampungan air, mendaur ulang barang bekas. Sedangkan Plus yang dimaksud yaitu vaksin DBD Qdenga.

Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht selaku perwakilan produsen vaksin Qdenga yang baru saja menerima penghargaan perunggu di ajang PR Indonesia Award 2024, kategori Program Corporate PR untuk Perusahaan Swasta ini mengatakan pihaknya akan terus gencar melakukan promosi pencegahan dan pengendalian DBD di Tanah Air.

"Selain melalui program ini, komitmen kami dalam pencegahan DBD juga kami wujudkan melalui partisipasi kami sebagai salah satu anggota pendiri Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, yang digagas oleh Kaukus Kesehatan DPR RI dan  Kementerian Kesehatan," ujar Andreas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI