Suara.com - Peneliti dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) ungkap potensi keuntungan bagi pemerintah dari penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Salah satunya, bisa menghemat dana APBN hingga Rp 40,6 triliun.
Potensi penerimaan uang negara ini didapatkan dari hasil riset implementasi cukai minuman manis kemasan bermanfaat secara ekonomi dan mengurangi beban kasus diabetes melitus tipe 2 di Indonesia hingga 2033 mendatang.
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam tubuh akibat resistensi insulin atau produksi insulin yang tidak berfungsi maksimal.
Berdasarkan pemodelan ekonomi yang dilakukan CISDI, tanpa cukai, jumlah kematian kumulatif akibat diabete melitus tipe 2 diperkirakan meningkat setiap tahun hingga 1.393.417 pada 2033.
Baca Juga: Jelang Pencoblosan, Sri Mulyani Titip Pesan ke Anak Buah: Jaga Netralitas
Sebaliknya, dengan penerapan cukai minuman berpemanis, potensi angka kematian tersebut dapat ditekan hingga sepertiganya.
Lebih lanjut peneliti CISDI juga menghitung instrumen bernama Disability-Adjusted Life Years atau DALYs untuk mengetahui beban ekonomi akibat kematian dan disabilitas yang berasal dari penyakit diabetes melitus tipe 2.
Hasil perhitungan menunjukan Indonesia mampu menghilangkan beban kematian dan disabilitas yang berdampak pada ekonomi negara, yaitu mampu menghemat biaya langsung atau biaya pengobatan akibat diabetes melitus tipe 2 sebesar Rp 24,9 triliun dan biaya tidak langsung atau kerugian akibat hilangnya produktivitas ekonomi karena diabetes sebesar Rp 15,7 triliun.
“Indonesia dapat menghemat hingga Rp 40,6 triliun dari penerapan cukai MBDK yang dapat menaikkan harga jual produk MBDK di pasar paling tidak sebesar 20 persen,” ujar Chief Policy and Research CISDI, Olivia Herlinda di Jakarta Selatan, Rabu (7/3/2024).
Sehingga dampaknya bukan hanya menguntungkan sektor kesehatan dengan menghemat uang negara untuk biaya pengobatan, tapi juga mendapat pemasukan secara ekonomi agar produsen dan masyarakat mau bersama-sama bertanggung jawab tingginya angka diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
Baca Juga: Ketemu Petani Tembakau Di Jombang, Kampanye Ganjar Banjir Keluhan
Bahkan sesungguhnya, apabila cukai MBDK diterapkan, dampak positif di sektor kesehatan dan ekonomi dapat jauh lebih luas mengingat studi ini terbatas hanya menganalisa beban penyakit diabetes melitus tipe 2 akibat keterbatasan data.
Sedangkan, banyak penyakit tidak menular (PTM) lain yang dapat timbul akibat konsumsi MBDK berlebihan.
Penerapan cukai minuman manis kemasan ini perlu sesegera mungkin dilakukan, karena jika dibiarkan total kasus diabetes melitus tipe 2 yang tidak lain salah satu penyakit kematian tertinggi Indonesia, bakal mencapai 8,9 juta di 2023.
“Namun, apabila cukai MBDK diterapkan mulai 2024, kasus baru diabetes melitus tipe 2 diproyeksikan menurun signifikan menjadi 5.854.125 kasus. Artinya, sebanyak 3.095.643 kasus baru kumulatif dapat dicegah dalam satu dekade,” ungkap Olivia.
Berdasarkan riset ini, CISDI juga memberikan rekomendasi pemerintah terkait penerapan cukai minuman manis kemasan, di antaranya sebagai berikut:
- Terapkan segera cukai MBDK yang dapat meningkatkan harga jual produk MBDK di pasar minimal 20 persen.
- Alokasikan hasil pungutan cukai untuk membiayai program dan fasilitas kesehatan masyarakat.
- Terapkan kebijakan yang mendukung terbentuknya gaya hidup dan lingkungan sehat, seperti pelabelan gizi pada bagian depan kemasan dan pelarangan iklan produk mengandung garam, gula, dan lemak tinggi.
- Kembangkan edukasi dan promosi kesehatan tentang dampak konsumsi gula berlebihan.