Dibanding Makan Siang Gratis, Peneliti Lebih Setuju Sarapan Gratis Gizi Lengkap: Lebih Sehat!

Sabtu, 02 Maret 2024 | 07:14 WIB
Dibanding Makan Siang Gratis, Peneliti Lebih Setuju Sarapan Gratis Gizi Lengkap: Lebih Sehat!
Ilustrasi sarapan gratis gizi lengkap (freepik.com/freepik assets)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Alih-alih program makan siang gratis, peneliti lebih menyarankan pemberian sarapan gratis gizi lengkap, karena bisa jadi solusi berbagai masalah kesehatan seperti malnutrisi, obesitas, hingga stunting.

Saran ini disampaikan langsung Wakil Ketua Umum Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, M.Gizi, Sp.Gk yang menjelaskan sarapan gratis gizi lengkap bukan hanya bermanfaat untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa.

"Jadi kemarin heboh soal makan siang gratis. Tapi saya usulkan bukan masakan siang gratis, jadi usulkan promosi makan pagi lengkap, untuk anak dan dewasa dua fungsinya, mencegah obesitas dan cegah stunting serta kurang gizi," ujar Dr. Gaga dalam acara diskusi Hari Obesitas Sedunia oleh Novo Nordisk di Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).

Lebih lanjut, dokter yang bergabung dalam HISOBI yang diketuai Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono itu menjelaskan sarapan gizi lengkap bisa memudahkan kerja para istri dan suami agar lebih sehat sebelum memulai hari.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Berdayakan Dana BOS Demi Makan Siang Gratis

Bahkan makan nasi di pagi hari melalui sarapan gratis gizi lengkap juga menurutnya bisa mencegah obesitas pada orang dewasa hingga menurunkan penyakit kronis seperti diabetes.

"Bukan hanya anaknya, makan nasi lengkap di pagi hari itu mencegah obesitas dan mencegah stunting serta malnutrisi pada anak, dan termasuk penyakit kronis. Kebiasaan makan pagi yang baik penurunan diabetes," paparnya.

Dokter gizi klinik alumni Universitas Padjadjaran (Unpad) itu menambahkan, saat ini Indonesia, bahkan dunia, dihadapkan pada masalah tingginya angka diabetes yang terus bertambah dari tahun ke tahun.

"Obesitas dan obesitas sentral merupakan salah satu masalah kesehatan global, diperkirakan 1,9 miliar orang akan menderita obesitas pada 2035. Maka dari itu, sangatlah penting untuk tidak meremehkan kompleksitas ilmiah dari penyakit ini," sambung Dr. Gaga.

Di acara yang sama, turut hadir juga Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kemenkes, dr. Esti Widiastuti, MScPH yang memaparkan data Riset Kesehatan Dasar 2007, 2013, dan 2018 yang menunjukkan kenaikan kasus obesitas pada usia di atas 18 tahun, yaitu 1 dari 3 orang dewasa mengalami obesitas.

Baca Juga: Harapan Pedagang Nasi Terlibat dalam Program Makan Siang Gratis: Bisa Serap Tenaga Kerja

"35,4 persen atau setara 68 juta orang dewasa di Indonesia dalam kondisi obesitas. Sedangkan obesitas pada anak dialami 20 persen alias 1 dari 5 anak Indonesia usia 5 hingga 12 tahun dalam kondisi berat badan berlebih (overweight) atau obesitas," papar dr. Esti.

Obesitas adalah kondisi yang menggambarkan seseorang memiliki badan berlebih, kegemukan, dan mengandung banyak lemak pada tubuhnya.

Hal yang sama juga diutarakan Clinical, Medical, and Regulatory Novo Nordisk Indonesia, dr. Riyanny Meisha Tarliman yang menjelaskan kunci mengatasi obesitas bukan sekadar mengubah gaya hidup, tapi juga memerlukan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat, termasuk gencar pemberian edukasi dan advokasi kepada masyarakat.

"Sejalan dengan kementerian, Novo Nordisk Indonesia berkomitmen untuk mendorong perubahan dalam penanganan obesitas dengan berfokus pada edukasi, advokasi dan riset, serta bekerja sama dengan berbagai pihak terkait. Dari tahun ke tahun, Novo Nordisk Indonesia senantiasa terlibat aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberikan edukasi terkait obesitas melalui berbagai inisiatif," timpal dr. Riyanny.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI