Suara.com - Masalah gangguan pendengaran menjadi salah satu hal yang sering dianggap remeh oleh masyarakat. Padahal, berdasarkan data WHO, sekitar 65 persen disabilitas terjadi karena adanya gangguan pendengaran sedang maupun berat.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Dr dr Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, dalam 25 tahun terakhir gangguan pendengaran angkanya terus meningkat Pada 2015, angkanya bertambah dari 14,3 persen menjadi 18,1 persen.
“Gangguan pendengaran setiap tahun meningkat. Dalam 25 tahun terakhir, angkanya naik dari 14,3 persen menjadi 18,1 persen pada 2015 dari populasi dunia,” ucap dr. Maxi dalam Temu Media Hari Pendengaran Sedunia, Jumat (1/3/2024).
Bukan hanya itu, alasan lain mengapa gangguan pendengaran menjadi hal yang tidak bisa diremehkan karena menimbulkan beban ekonomi tinggi.
Baca Juga: Istri Anies Baswedan Alami Gangguan Pendengaran, Harus Pakai Alat Bantu Dengar Sehari-hari
"Hampir 1 triliun dolar per tahun. Belum lagi ditambah dengan perlunya biaya dukungan. Karena untuk pendidikannya, hilangnya waktu produktivitas, dan juga biaya sosial banyak." ujarnya menjelaskan,” sambungnya.
Hal ini bisa menimbulkan kerugian yang cukup banyak. Padahal, sekitar 60 persen dari kasus gangguan pendengaran seharusnya bisa dicegah. Namun, di Indonesia sendiri dari 100 anak, diperkirakan sekitar 2 sampai 3 anak nyatanya mengalami gangguan pendengaran.
Untuk itu, penting adanya pencegahan dengan melakukan promosi serta pemahaman kepada masyarakat terkait pencegahan dan deteksi dini. Bukan cuma itu, perlu juga menangani dan meminimalisir gangguan secara dini agar kondisi gangguan pendengaran tidak semakin parah.
"Yang paling penting bagaimana kita melakukan promosi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat sekaligus melakukan pencegahan gangguan pendengaran melalui tindakan deteksi dini yang efektif. Jika ditemukan sedini mungkin, gangguan pendengaran bisa diminimalisir dengan penanganan yang tepat dan tentu upaya rehabilitatif. Dengan alat bantu dengar, seperti implan koklea dan terapi rehabilitatif," kata dr. Maxi.
Dalam meningkatkan kesadaran ini juga, pada Hari Pendengaran Sedunia, Kemenkes mengambil tema ‘Ubah Pola Pikirmu, Mari Peduli Tuli Dapat Ditangani’. Dr. Maxi mengatakan, tema ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pentingnya kesehatan pendengaran, pencegahan, serta deteksi dini
Baca Juga: Netizen Sebut Kepedulian Anies Baswedan pada Penyandang Disabilitas Bukan Gimmick, Ini Alasannya
“Tema ini mengandung pesan agar pentingnya menjaga kesehatan pendengaran, upaya mencegah gangguan pendengaran, kemudian pemahaman masyarakat kalau tuli dapat dideteksi secara dini sesuai dengan indikasi.,” pungkasnya.