Apa Itu SIARVI, Sistem yang Bantu Tangkal Kematian karena Demam Berdarah Dengue Milik Kemenkes

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 12 Januari 2024 | 20:57 WIB
Apa Itu SIARVI, Sistem yang Bantu Tangkal Kematian karena Demam Berdarah Dengue Milik Kemenkes
Ilustrasi nyamuk penyebab DBD. (Freepik/Jcomp)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi perhatian serius pemerintah di tengah peningkatan curah hujan. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat angka kematian karena DBD masih tinggi, yakni 574 kematian dari 83.302 kasus sepanjang 2023.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kemenkes RI telah meluncurkan Aplikasi Sistem Informasi Arbovirosis (SIARVI) pada bulan Februari 2023 lalu, yang ke depannya akan menjadi alat bantu kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan surveilans dengue dan arbovirus lainnya yang dapat menampilkan data real time. Apa sih itu?

SIARVI adalah sistem informasi yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan data penyakit arbovirus. Penyakit arbovirus adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit arbovirus yang dicatat dan dilaporkan dalam SIARVI adalah demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan Japanese encephalitis (JE).

SIARVI memiliki beberapa fitur, antara lain:

  • Pencatatan dan pelaporan data DBD, chikungunya, dan JE
  • Analisis data penyakit arbovirus
  • Pemantauan situasi penyakit arbovirus
  • Pemberian peringatan dini penyakit arbovirus

SIARVI memiliki beberapa manfaat, antara lain:

  • Meningkatkan akurasi dan kecepatan pencatatan dan pelaporan data penyakit arbovirus
  • Meningkatkan kualitas analisis data penyakit arbovirus
  • Meningkatkan kemampuan pemantauan situasi penyakit arbovirus
  • Meningkatkan efektivitas pemberian peringatan dini penyakit arbovirus

Dalam keterangannya, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS, Direktur Jenderal Pencegahan Penyakit (P2P) Kemenkes RI, mengatakan bahwa untuk dapat menekan angka kejadian dengue di Indonesia, diperlukan pelaksanaan strategi yang menyeluruh dan sistematis.

Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang menularkan virus dengue. (Sumber: Shutterstock)
Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang menularkan demam berdarah dengue (DBD). (Sumber: Shutterstock)

“Untuk itu, kami melihat penguatan sistem dan data menjadi kunci yang akan dapat mengantarkan kita kepada tujuan bersama ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030. Tapi tentunya hal ini tidak lepas dari perlunya sinergi yang kuat antara berbagai pihak, baik pemerintah, maupun sektor swasta,” ujar Maxi.

Selain memperkuat pengumpulan dan validasi data persebaran dengue di Indonesia, diperlukan juga intervensi inovasi guna menurunkan angka kejadian dengue.

Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, mengatakan bahwa sampai saat ini, belum ada obat yang spefisik untuk menyembuhkan dengue. Oleh karena itu, Takeda berkomitmen untuk memerangi dengue dengan membuka akses yang luas terhadap inovasi pencegahan dengue.

Baca Juga: Komisi IX Ingatkan Pemerintah Agar Penyebaran Nyamuk Wolbachia Jangan Sampai Timbulkan Penyakit Baru

“Dalam hal ini, kami turut menggandeng Bio Farma sebagai mitra, untuk bersama-sama melindungi lebih banyak masyarakat dari bahaya dengue,” ujar Andreas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI