Suara.com - Kanker saat ini masih menjadi penyakit dengan angka tinggi di Indonesia. Penyakit satu ini butuh penanganan yang tidak mudah dari pihak dokter maupun perawat. Apalagi, jika kondisi pasien sudah dalam stadium lanjut, maka mereka membutuhkan penanganan yang kompleks.
Dalam penanganan kanker sendiri, peran dokter menjadi hal yang sangat penting. Hal ini karena dokter melakukan tata laksana akan proses pengobatan pasien. Namun, di samping itu, sosok perawat yang membantu dokter juga memiliki peran penting dalam pengobatan pasien kanker.
Namun, pada fakta lapangannya, rupanya antara dokter dan perawat sendiri masih terjadi kesenjangan yang sangat jauh. Pasalnya, pendidikan dokter yang sudah mencapai spesialis membuat para perawat terkadang sulit untuk memahami instruksi yang diberikan.
Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI), Dr. Kemala Rita Wahidi mengatakan, perbandingan pendidikan ini membuat proses kerja dilapangan sulit. Perawat jadi sulit memahami dan menganalisa pasien sesuai dengan instruksi dari dokter.
Baca Juga: Cerita Dokter Richard Lee Ingin Belajar Agama Islam, tapi Malah Dituding Mau Poligami
Padahal, hal ini menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengobatan pasien kanker.
“Kesenjangannya itu pendidikan perawat enggak seperti kedokteran. Buat jadiin D3 aja susahnya setengah mati, sementara dokter itu udah sampai sub spesialis jadi dua kali lipat kesenjangannya,” kata Dr. Kemala dalam seminar spesialis keperawatan, di Universitas Indonesia, Rabu (6/12/2023).
“Jadi susah nyambung di lapangan dan itu yang membuat perawat makin inferior. Akibatnya kualitasnya banyak yang nggak bagus ke pasien karena nggak semua instruksi dari dokter bisa sampai kepada pasien. Hal ini karena dalam analisa dari perawat belum sama dengan dokter,” sambungnya.
Oleh sebab itu, Dr. Kemala mengatakan, penting adanya spesialis khusus keperawatan yang bisa atasi kesenjangan yang terjadi. Hal ini membuat perawat dapat menganalisa dan sejalan dengan dokter spesialis onkologinya.
“Dengan adanya pendidikan spesialis keperawatan ini dapat menghadapi kesenjangan itu bagaimana perawat dapat menganalisa dan analitiknya bisa sama seperti dokter spesialis onkologinya,” jelas De. Kemala.
Baca Juga: Gibran Bilang Asam Sulfat Buat Bumil, Dokter Tifa: Dikira Perut Ibu Hamil Karatan
Apalagi, dalam tata laksana pasien kanker bukanlah hal mudah, terutama yang stadium lanjut. Oleh sebab itu, dibutuhkan para perawat yang bisa mendampingi pasien dengan tata laksana yang kompleks sesuai prosedur dari dokter spesialisnya.
“Karena pasien kanker datang dalam stadium advance. Artinya kondisi pasien yang jelek jadi penatalaksanaannya sangat kompleks dan perlu didampingi oleh perawat yang sudah mengikuti program yang dibuat oleh dokter,” tutupnya.
Di Indonesia sendiri yang saat ini jumlah orang yang lulus magister keperawatan baru sekitar 2 persen. Sementara untuk spesialis keperawatan belum ada. Oleh sebab itu, dari Roche, FIK-UI, RS Dharmais, dan HIMPONI membuat kolaborasi untuk pengembangan tenaga spesialis keperawatan onkologi yang dapat membantu proses tata laksana pasien kanker.