Setelah tenaga kesehatan memberikan rekomendasi medis, pihak keluarga pasien bisa bertanya lebih jauh atau meminta penjelasan atas hal-hal yang kurang dipahami.
Pihak keluarga pasien perlu memahami secara utuh tentang diagnosis, tindakan medis, komplikasi, risiko, dan pilihan-pilihan tindakan, sebelum memberikan persetujuan. Terutama terkait pemberian antibiotik, pihak pasien bisa bertanya lebih jauh mengenai alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik tersebut di ICU.
Sepakat dengan Sarwendah, Dokter Spesialis Anestesi dan Konsultan Perawatan Intensif, dr. Pratista Hendarjana, juga menyetujui komunikasi yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan dapat mempercepat proses pengobatan di ICU.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa di tengah kondisi pasien yang sangat lemah, tugas dokter dan tenaga kesehatan lainnya adalah untuk memastikan bahwa pesan tentang perawatan dan penggunaan antibiotik yang rasional, serta disampaikan dengan jelas, dan dapat dipahami oleh pasien maupun keluarganya.
Oleh karena itu, beliau mengajak para dokter dan tenaga kesehatan untukmemberikan perhatian khusus pada kualitas komunikasi dengan pasien, terutama di lingkungan ICU di mana perawatan seringkali kritis dan kompleks.
"Ini bukan hanya tentang memberikan informasi saja, tetapi juga tentang mendengarkan. Pasien di ICU sering kali dalam kondisi yang memerlukan pemahaman dan kehadiran ekstra dari tim perawatan.” pungkasnya.
Ini sejalan dengan yang dilakukan Pfizer Indonesia bekerjasama dengan Indonesia One Health University Network (INDOHUN), serta pakar kesehatan dan komunitas pasien, yang menyosialisasikan gerakan #JitudiICU untuk mendorong penggunaan antibiotik yang bijak dan rasional di unit perawatan intensif (ICU).
"Kami harap gerakan ini dapat meningkatkan kesadaran publik dan para pemangku kepentingan terkait untuk menekan risiko terjadinya AMR," tutup Nora T. Siagian, Presiden Direktur Pfizer Indonesia.
Baca Juga: Catat! 6 Tips Sukses Taklukkan Tes Wawancara Beasiswa