Guru Besar FKUI Ungkap Pentingnya Multidisiplin Onkologi dan Pusat Kanker Komprehensif dalam Penanganan Kanker

Ririn Indriani Suara.Com
Selasa, 17 Oktober 2023 | 15:23 WIB
Guru Besar FKUI Ungkap Pentingnya Multidisiplin Onkologi dan Pusat Kanker Komprehensif dalam Penanganan Kanker
Ilustrasi pasien kanker yang dirawat inap di rumah sakit. (Foto: Pexels/RDNE Stock project)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Untuk mencapai hasil yang optimal, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Ikhwan Rinaldi mengatakan bahwa penanganan kanker secara komprehensif dan multidisiplin onkologi penting dalam penanganan kasus kanker.

Untuk diketahui, angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia. Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada 2020.

"Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker awitan dini atau kanker yang terjadi pada usia <50 tahun. Meningkatnya angka harapan hidup dan berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok dan pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini," jelas Prof Ikhwan Rinaldi di acara Pengukuhannya sebagai Guru Besar FKUI Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM di ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Dalam penanganan kanker, lanjut dia, terdapat berbagai tantangan mulai dari pencegahan hingga paliatif. Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut.

Baca Juga: Peduli Kanker Payudara, Ini Pentingnya SADARI dan SADANIS untuk Deteksi Dini

"Faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien," terangnya merinci.

Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan. Peningkatan biaya berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut.

"Obat-obat yang diterima bukan lagi dalam golongan kemoterapi, namun sudah menggunakan golongan obat baru seperti terapi target dan imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molekular khusus (kedokteran presisi) dengan biaya yang tidak sedikit," jelas Prof. Ikhwan.

Pengukuhan Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM sebagai Guru Besar FKUI di ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (Foto: Dok. Istimewa)
Pengukuhan Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM sebagai Guru Besar FKUI di ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (Foto: Dok. Istimewa)

Misi Utama Pusat Kanker Kompehensif
Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, bisa menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada 2045, bersamaan dengan Indonesia berusia tepat 100 tahun atau disebut sebagai Indonesia Emas 2045.

Hampir sepertiga hingga setengah kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker.

Baca Juga: 4 Alasan untuk Menambahkan Labu dalam Menu Harianmu, Cegah Kanker!

Terkait hal ini, WHO merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity dan akses dan mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan paliatif.

Rekomendasi ini, kata Prof. Ikhwan, dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker yang menjadi pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker.

"Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insiden kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup. Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker: penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan," ujarnya.

Tim Multidisiplin Onkologi dalam Perawatan Pasien
Dalam perawatan klinis, pasien kanker, kata Prof. Ikhwan, memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal.

Perawatan multidisiplin, sambung dia, memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien.

"Tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang bisa disebut sebagai tumor board meeting untuk mendiskusikan pilihan diagnostik dan atau terapeutik serta penanganan terbaik untuk setiap pasien," jelasnya.

Pembentukan tim multidisiplin onkologi yang dapat menjalankan perannya dengan baik, sambung Prof. Ikhwan, tidak terlepas dari pendidikan interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya dan mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.

Integrasi Pusat Kanker Komprehensif & Layanan Primer untuk Tingkatkan Kualitas Layanan Kanker
Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofessional.

"WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif," ujarnya.

Integrasi antara pusat kanker komprehensif dan layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.

Mahasiswa fakultas kedokteran yang akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam, serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.

Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, Prof. Ikhwan menuturkan, diperlukan instrumen assessment yang memadai.

Entrustable professional activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik.

EPA, kata dia, dapat diartikan sebagai praktik profesional yang dapat dipercayakan pada peserta didik segera setelah peserta didik tersebut dianggap mampu melakukan praktik profesional yang dipercayakan tanpa pengawasan.

"Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, dan paliatif dalam penanganan komprehensif kanker di berbagai tingkat layanan, termasuk di layanan primer," pungkasnya.

Hal ini diharapkan dapat menjawab rekomendasi WHO untuk menguatkan layanan kanker di layanan primer.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI