Suara.com - Penelitian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukan 7 dari 10 rumah mengonsumsi air tercemar bakteri E. coli. Selain 70 persen rumah Indonesia airnya tercemar, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) Kemenkes di 2020 nuga menemukan baru 11,9 % rumah tangga yang punya akses air aman dikonsumsi.
Mirisnya, air minum yang tercemar bakteri E. coli bisa menyebabkan diare. Padahal diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Meski demikian Spesialis Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), lagi Dr. dr. Diana Sunardi, Mgizi, SpGK(K) menegaskan merebus air saja tidak cukup untuk memastikan kebersihan dan keamanan air minum.
Ini karena sesuai dengan Permenkes Nomor 492 tahun 2010, syarat air minum berkualitas harus tidak berbau, tidak berasaz, bersih dan jernih, serta aman dari kontaminan.
Baca Juga: Kala Komnas HAM Ragu Jelaskan Gas Air Mata Tertiup Angin Bikin Bayi 8 Bulan Sesak Napas di Rempang
"Walaupun air minum sudah direbus hingga mendidih, jika cara penanganan dan penyimpanan air tidak higienis maka kontaminasi E. coli dapat kembali terjadi,” kata Dr. Diana dalam acara Aqua Tidak Semua Air Sama di Four Season Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Menurut Dr. Diana meski air sudah direbus hingga mendidih, tetap ada parasit yang bisa tahan terhadap panas. Meski dirinya mengakui ada beberapa bakteri yang mati. Tapi belakanga kontaminasi logam di air juga harus diperhatikan.
"Yang paling menakutkan ada kontaminan logam berat itu tidak akan hilang sampai berapa lama pun air direbus. Mirisnya logam di air minum ini tidak terlihat dan tidak terasa," jelas Dr. Diana.
Belum lagi saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih mengandalkan air tanah sebagai air minum lalu merebusnya. Padahal dokter yang juga Ketua Indonesian Hydration Working Group (IHWG) itu menyebutkan sumber air juga bisa jadi masalah kesehatan.
“Sumber air yang berkualitas buruk dapat membawa berbagai masalah kesehatan, seperti diare hingga stunting. Komposisi mikrobiota antara lain dipengaruhi oleh sumber air minum. Dari hasil riset, komposisi bakteri jahat, yang membawa berbagai masalah kesehatan meningkat ketika anak-anak mengonsumsi air minum dari sumber yang tidak aman," imbuh Dr. Diana.
Baca Juga: Imbas Kemarau Panjang, 18 Kelurahan di Jakarta Krisis Air PAM
Di sisi lain Guru besar hidrogeologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr.rer.nat. Ir. Heru Hendrayana juga menegaskan, bahwa tidak semua air sama. Air yang sehat dan aman untuk dikonsumsi sangat bergantung dari sumbernya.
"Air yang diambil dari tanah dangkal besar peluangnya untuk tercemar aktivitas manusia. Sementara air dari akuifer dalam sifatnya murni dan memiliki kandungan mineral alami sehingga aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi," jelas Prof. Heru.
Perlu diketahui, sumber air menjadi semakin penting karena air yang berasal dari sumber-sumber yang kurang baik memerlukan pemrosesan yang lebih kompleks.
Padahal, air minum yang diproses berlebihan, seperti misalnya air demineral, tidak direkomendasikan oleh WHO untuk dikonsumsi dalam jangka panjang karena dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan, seperti meningkatkan risiko gangguan kesehatan jantung dan pembuluh darah.