Suara.com - Asfiksia alias kondisi bayi tidak mampu bernapas setelah lahir berisiko menyebabkan kematian. Padahal kondisi ini bisa dicegah sedari awal loh.
Tak main-main, selain bayi lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, asfiksia berkontribusi hingga 22% dari total angka kematian bayi baru lahir di Indonesia.
Inilah yang menjadi alasan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berhasil ciptakan alat bantu napas bayi, yaitub Mix Safe Transport Infant Blending Resuscitator untuk mencegah kematian bayi baru lahir akibat Asfiksia. Sehingga dengan diciptakannya alat bantu napas bayi, kematian bayi baru lahir akibat asfiksia ini bisa dikurangi.
Menariknya, alat ini diciptakan di dalam negeri karya tim medis Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A (K) bersama timnya yang bermitra dengan PT. Fyrom International. Inovasi alat bantu napas bayi ini dianggap sebagai karya berharga di bidang kesehatan anak.
Baca Juga: 5 Cara Ampuh Mencegah Penyakit Kulit pada Bayi, Orang Tua Wajib Tahu!
Adapun alat bantu napas bayi atau Mix Safe Transport Infant Blending Resuscitator ini bekerja dengan cara mencampur oksigen dengan gas medis atau medical air dalam proporsi yang tepat, sehingga tidak hanya bisa menyelamatkan bayi, tetapi juga aman bagi retina bayi prematur dan membantuk mencegah risiko kebutaan.
“Sejak tahun 2013, inspirasi untuk menciptakan alat bantu napas yang dapat digunakan baik di lingkungan rumah sakit maupun di luar rumah sakit telah menggerakkan saya. Bersama dengan tim tenaga ahli dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM), kami menggandeng mitra industri PT. Fyrom International untuk menghasilkan produk inovasi ini," ujar Prof. Rinawati melalui keterangan yang diterima Suara.com.
Proses pengembangan alat ini memakan waktu hampir dua tahun, termasuk uji coba dan pelatihan, hingga akhirnya alat ini bisa gunakan sebagaimana kebutuhan seharusnya.
Menariknya, Mix Safe Transport Infant Blending Resuscitator ini sudah jadi alat bantu napas bayi portable loh. Sehinga mudah dibawa ke manapun, seperti digunakan di area persalinan, karena mudah dibawa, dan aman saat digunakan untuk membantu pernapasan bayi yang harus dirujuk ke rumah sakit.
Tidak hanya itu, alat ini juga punya keunggulan didesain dengan penggunaan baterai yang mampu bertahan hingga enam jam penggunaan. Selain itu alat ini juga berperan sebagai kompresor, yang artinya memungkinkan penggunaannya untuk mengatur pemberian jumlah oksigen dalam rentang 21 hingga 30% saat dicampur dengan oksigen murni.
Baca Juga: Siap-siap RS Sentosa, Pemkab Bogor Bakal Beri Sanksi Kasus Bayi Tertukar
Berkat inovasi ini , Prof. Rinawati juga meraih penghargaan ASN Inspiratif dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI pada 2018. Sehingga pakar yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo itu berharao alat ini bisa jadk harapan baru saat merawat bayi prematur di Indonesia.
Alat bantu nafas Mix Safe Transport Infant Blending Resuscitatr ini juga telah digunakan hampir di seluruh pelosok negeri, dan menjadi alat yang penting untuk dimiliki oleh fasilitas kesehatan di tingkat primer.
"Kami berharap, dengan terciptanya alat bantu napas ini akan memotivasi para peneliti di FKUI, untuk mewujudkan ide-ide penuh inovasi yang lain, dan menjadi partner dengan sektor industri secara berkesinambungan untuk menciptakan produk-produk penuh terbaik, hasil kerja keras anak bangsa, dan menjadi produk terdepan sebagai produk andalan dalam negeri," ungkap Direktur Utama PT Fyrom International Group Machdian Muharam.
Di sisi lain, Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH., MMB memberikan apresiasi usaha staf pengajar FKUI dalam menciptakan inovasi untuk kemajuan bangsa. Apalagi kata Prof. Ari, peluncuran alat bantu napas bayi ini jadi salah satu kolaborasi tersukses.
“Saya juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari pihak PT. Fyrom International dan saya berharap semangat ini dapat menginspirasi para staf pengajar, klinisi, dan akademisi yang ada di Republik Indonesia untuk terus menghasilkan produk inovasi yang bisa dirasakan oleh masyarakat kita,” tutup Prof. Ari.