Suara.com - Anak gemuk kerap dianggap lucu dan menggemaskan oleh orang dewasa. Tak sedikit juga masyarakat Indonesia yang menganggap wajar anak gemuk asalkan terlihat sehat dari luar. Padahal, anak sehat bukan ditandai dengan tubuh gemuk.
Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta dr. Novitria Dwinanda, Sp.A., mengakui kalau masih banyak orang tua yang membiarkan anak-anak mereka gemuk asalkan terlihat sehat. Selain itu juga membiarkan bila anak bertubuh pendek.
"Sekarang tren ada dua, gemuk itu lucu dan kedua tren gak apa-apa kalau cucu badannya pendek yang penting aktif," ungkap dokter Novitria dalam temu media di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan kalau anak-anak yang sehat harus ditandai dengan pengukuran kurva tumbuh kembang yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Berat badan anak juga harus ideal, jangan sampai mereka menjadi obesitas atau kekurangan nutrisi sehingga terlalu kurus.
Baca Juga: Anak Balita Diduga Dianiaya Guru PAUD hingga Cedera, Netizen Geram Tak Diadili Segera
"Oleh karena itu kita harus sebarkan kalau anak sehat itu aktif, bisa kritis, bisa analisis, dia cerdas," jelasnya.
Sementara itu, secara fisik juga anak tidak terlihat terlalu gemuk atau pun kurus. Menurut dokter Novitria, kebanyakan dokter anak pasti akan melihat kalau anak yang sehat tubuhnya akan cenderung langsing juga sesuai dengan kurva pertumbuhan anak.
"Kalau neneknya biasanya heboh lihatnya kurus banget. Tapi kadang mata kita (dokter) memang beda lihatnya. Oleh karena itu, jadi pakai alat timbang ukur dan ploating pertumbuhannya karena IQ-nya yang akan kita pegang," ujarnya.
Makanan juga minuman yang dikonsumsi anak, terutama dua tahun usia pertamanya, sangat menentukan pertumbuhan fisik juga otaknya. Oleh sebab itu, dokter Novitria menegaskan kepada para orang tua agar betul-betul memperhatikan sumber nutrisi makanan untuk anak agar tidak kekurangan nutrisi atau malah obesitas.
"Anak itu butuhnya karbo, protein hewani, dan lemak. Kenapa bukan protein nabati? Karena protein nabati mengandung asam amino non esensial yang tubuh bisa buat sensiri. Asam amino esensial itu yang kita gak bisa buat. Itu kita butuh juga buat pertumbuhan otak," jelasnya.
Baca Juga: Tetap Arogan Walau Dipecat Buntut Tampar Balita, Dokter Makmur: Sudah Sering, Nanti Diangkat Lagi
Secara komposisi, makanan anak harus terdiri dari 50-60 persen karbohidrat, 10-15 persen protein hewani, dan 30-40 persen lemak. Jumlah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan kalori per kilogram badan berat anak.