Suara.com - Banyak orangtua tidak sadar anak stunting bisa dicegah berkat perencanaan kehamilan menggunakan alat kontrasepsi. Apa hubungannya dan bagaimana caranya?
Riset Reuters menunjukkan pil kontrasepsi modern jadi andalan keluarga untuk memberi jarak usia antara anak, sehingga kehamilan tak diinginkan bisa dicegah dan direncanakan sehingga ibu dan ayah lebih siap merawat bayi.
Jika ayah dan ibu siap menerima kehadiran anak, keduanya sudah mencari informasi, mempersiapkan dana, mendapatkan edukasi dan merencanakan nutrisi untuk buah hati agar tumbuh dengan baik.
Apalagi kini sudah ada kontrasepsi berupa pil kombinasi modern yangn berisi zrospirenon yang dapat meregulasi hormon secara aman, serta bantu mengatur siklus menstruasi serta meredakan gangguan Premenstrual Syndrome (PMS), maupun Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) yang berdampak pada kesehatan mental.
Baca Juga: Bantu Cegah Anak Stunting, Ini 4 Tips Keberhasilan Pemberian ASI Kepada Bayi Untuk Para Ibu
Drospirenon adalah kontrasepsi oral (minum) kombinasi mengandung drospirenon yang tidak hanya mencegah kehamilan. Tapi punya manfaat kecantikan karena mencegah timbulnya jerawat akibat perubahan hormon.
Seperti diketahui, beberapa kontrasepsi hormonal bisa mempengaruhi produksi hormon tertentu pada perempuan, dan efek sampingnya menimbulkan jerawat.
Dikatakan Head of Medical Department of Bayer Pharmaceutical, dr. Dewi Muliatin Santoso mengatakan penggunaan alat kontrasepsi punya dampak besar dari mulai anak, keluarga hingga masyarakat Indonesia karena generasi penerus lebih sehat dan menghasilkan SDM berkualitas.
"Dengan melakukan perencanaan keluarga yang bertanggung jawab, kita dapat memperhitungkan dengan bijak supaya setiap anak dapat bertumbuhkembang dengan baik dan terpenuhi hak-haknya untuk memiliki keluarga yang sehat, mendapatkan gizi yang baik, serta kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang mendukung mereka untuk tumbuh menjadi generasi dan berpotensi," jelas dr. Dewi melalui rilis Hari Anak Nasional 2023 yang diterima suara.com, Jumat (4/8/2023).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama, dari kehamilan sampai bayi berusia 24 bulan. Hasilnya pertumbuhan anak terganggu dan menyebabkan tubuh maupun cara berpikirnya lebih rendah dibanding anak seusianya.
Baca Juga: Data ePPGBM: Angka Stunting di Jateng Turun, Kini Tinggal 11,9 Persen
Saat ini, hampir sepertiga dari seluruh populasi di Indonesia terdiri dari anak-anak yakni usia 0 hingga 17 tahun. Tapi sayangnya, jumlah populasi anak yang besar ini belum diimbangi dengan pemenuhan hak mereka atas pengasuhan dan lingkungan, di antaranya untuk meningkatkan kompetensi dalam hal fisik, gizi, dan kesehatan anak.
Di berbagai wilayah Indonesia, anak-anak masih menjadi kelompok yang rentan karena keterbatasan pemahaman orang tua dan masyarakat mengenai pemenuhan hak anak.
Ditemukan juga kasus anak-anak gizi buruk atau stunting, dan jadi bukti nyata hak anak belum terpenuhi dengan baik. Tak main-main menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan di 2022, menunjukan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6%.
Stunting memiliki dampak serius bagi anak-anak, bukan hanya pada persoalan tinggi badan, tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan otak mereka. Hal ini berdampak pada kemampuan belajar, pertumbuhan mental dan meningkatkan risiko munculnya berbagai penyakit kronis.