Suara.com - Demam berdarah Dengue atau dikenal dengan DBD masih jadi penyakit mematikan yang mengancam banyak jiwa, terutama anak-anak.
Data DBD di Indonesia mencapai 121.000 per tahunnya dan 75% kasus demam berdarah terjadi di rentan usia 5 hingga usia 44 tahun dengan anak beresiko lebih terkena kasus 'Dengue' berat.
Dalam keterangannya, Dokter Spesialis Anak Siloam Hospitals Lippo Cikarang, dr. Theresia Santi Sp.A., pada edukasinya ketika seseorang pernah terinfeksi virus dengue, kemudian mendapatkan vaksin DBD, maka ketika ia terinfeksi virus, kecil kemungkinannya untuk mengalami penyakit demam berdarah yang parah.
"Akan tetapi, jika seseorang yang belum pernah terinfeksi virus DBD namun telah mendapatkan vaksin DBD, maka ia akan melewatkan infeksi alami pertama dan memiliki risiko tinggi mengalami infeksi demam berdarah yang parah, seperti kebocoran plasma", tutur Theresia Santi.
Baca Juga: Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN 2023: Singkatan 3M Sudah Berubah Loh, Ini Artinya!
Pada dasarnya, pemberian vaksin lebih difokuskan untuk seseorang yang sebelumnya pernah terinfeksi virus dengue. Soalnya, fungsi vaksin DBD sendiri adalah untuk mengurangi risiko keparahan dari gejala DBD yang akan dialaminya kelak.
“Jika diberikan pada anak yang belum pernah terinfeksi virus dengue, justru akan membuat anak terinfeksi berat,” ungkap Theresia Santi menjelaskan.
Menurut dokter Theresia, selain pemberian imunisasi yang merupakan hak kesehatan primer anak, Vaksinasi menyelamatkan lebih dari lima nyawa setiap menit dan mencegah kematian 2-3 juta orang setiap tahunnya.
Adapun infeksi virus 'Dengue' demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk "Aedes aegypty" yang terdapat 4 ( empat) jenis DENGUE, yaitu tipe 1, 2, 3 dan 4.
Pada dasarnya, pemberian vaksin demam berdarah tergolong aman dan bisa ditoleransi dengan baik. "Asalkan diberikan pada seseorang yang sebelumnya telah terinfeksi demam berdarah", imbuh dr. Theresia Santi, Sp.A.
Baca Juga: Jangan Sepelekan Demam Berdarah Dengue, Kenali Gejalanya untuk Cegah Kematian Pada Anak
Namun seperti vaksin pada umumnya, terdapat efek samping vaksin demam berdarah yang akan muncul, seperti nyeri di lokasi suntikan, sakit kepala, serta timbulnya demam berskala ringan pun sedang.
Adapun akan gejala DBD umumnya adalah timbulnya rasa nyeri di belakang mata, nyeri pada otot, tulang dan sendi serta sakit kepala pun adanya ruan aray bercak merah dan mengalami muntah diiringi demam tinggi.
"Namun perlu pula diingat bahwa umumnya di hari ke tiga gejala DBD, rasa demam justru akan turun, gejala seperti muntah dan air urine berwarna gelap, serta badan mebnjadi lemas dan lainnya akan menjadi "penanda" untuk segera membawa anak atau pasien mendapatkan pertolongan medis di rumah sakit", ungkap Theresia mengingatkan dihadapan puluhan peserta yang mengikuti edukasinya.
Dan juga perlu dipahami bahwasannya, dalam tatalaksana pasien positif DBD, belum ada pengobatan atau antivirus khusus Dengue maupun severe Dengue, mengutip pernyataan WHO.
Vaksinasi atau Imunisasi DBD menjadi "jawaban" beberapa tahun terakhir ini dan telah melalui uji klinis fase 3, dengan lebih dari 20.000 orang di 8 negara endemis DBD. Pada Agustus 2022, izin BPOM untuk diberikan pada rentan usia 6 hingga usia 45 tahun di Indonesia. Dengan Efektifitas mencegah lebih dari 80% Kasus DBD dan mencegah serta 'membantu' lebih dari 95% kasus DBD berat yang dirawat di rumah sakit.
"Berkorelasi akan hal itu, kami di Siloam Hospitals Lippo Cikarang turut melayani pemberian imunisasi vaksin "Qdenga" untuk usia 6-45 tahun", tutur Theresia Santi.
Dokter Spesialis Anak di Siloam Hospital Cikarang, dr. Theresia Santi Sp.A., yang jadwal prakteknya dapat dilihat di aplikasi MySiloam.