Suara.com - Gangguan makan atau feeding difficulties jadi salah satu masalah yang kerap terjadi pada anak-anak. Kesulitan makan dapat dicurigai ketika anak menunjukkan satu atau lebih gejala dan beberapa tanda yang mudah terlihat.
Pakar Gastrohepatologi Prof. dr. Badriul Hegar, Sp.A(K), Ph.D, mengatakan, tanda-tanda itu seperti penolakan makan yang berlangsung lebih dari 1 bulan, waktu makan terlalu lama, waktu makan yang membuat stres, distraksi saat meningkatkan asupan, kurangnya pemberian makan mandiri yang tepat, pemberian ASI yang berkepanjangan, makan nokturnal, dan gagal maju ke tekstur makanan yang berbeda.
Prof Badriul mengingatkan bahwa gangguan makan ini jangan dianggao remeh karena berisiko mengganggu tumbuh kembang anak.
"Masalah makan sendiri bisa disebabkan faktor lingkungan, perilaku atau psikologis/behaviour anak, atau bisa juga disebabkan gangguan organik seperti gangguan saluran cerna," jelasnya.
Baca Juga: Sandra Dewi Lebih Sering Kasih Anak Makan Ikan Kembung Dibanding Salmon, Lebih Sehat Mana?
Dari perspektif gastrohepatologi, feeding difficulties bisa jadi disebabkan gangguan pada pencernaan sehingga memengaruhi nafsu makan anak dan rutinitas makan sehari-hari.
Beberapa gangguan pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan anak saat makan hingga membuatnya enggan makan, yakni diare, muntah, sakit perut, demam, gastroesophageal reflux disease (GERD), intoleransi laktosa, atau gangguan gastrointestinal lainnya.
Selain memengaruhi nafsu makan anak, gangguan-gangguan tersebut juga dapat menimbulkan kesan tidak menyenangkan sehingga anak memiliki rasa takut ketika makan. Alhasil, konsumsi nutrisi yang dibutuhkan anak bisa jadi kirang.
"Konsumsi zat nutrisi yang tidak optimal, perkembangan juga terganggu, dan mempengaruhi emosinya,” imbuh Prof. Hegar.
Istilah yang sering dipakai dan penerapannya pada masalah makan juga bervariasi, bahkan kadang tidak konsisten. Ada yang menyebutnya sebagai kesulitan makan, picky eater, selective eater, dan beberapa istilah lainnya.
Baca Juga: Dikenal Tajir Melintir, Sandra Dewi Akui Sering Kasih Anak Makan Ikan Kembung Ketimbang Salmon
“Kejadiannya bervariasi bergantung istilah dan umur yang digunakan, secara umum berkisar 20-70 persen pada anak usia di bawah 5 tahun. Meskipun sebagaian besar disebabkan non organik, sebagai dokter dan orang tua perlu mewaspadai adanya alarm symptoms penyakit organik pada 20-30 persen anak dengan masalah makan,” katanya lagi.
Terdapat beberapa kelainan organik yang bisa menyebabkan masalah makan pada anak. Pertama, gangguan saluran cerna penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), kolik infantil, infeksi saluran cerna. Kedua, alergi makanan terutama terhadap protein susu sapi, atau bahan makanan lainnya seperti gluten pada penyakit seliak.
Ketiga, gangguan perkembangan motorik dan sensorik juga memengaruhi kemauan makan, kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
Prof Hegar menyarankan agar orang tua secara berkala mengevaluasi kemungkinan adanya kelainan organik pada anak yang belum memberikan respon terhadap tata laksana yang diberikan, minimal setiap 3 bulan.
"Tidak jarang kelainan organ yang tidak tertata laksana dengan maksimal, menyebabkan gangguan mind-set anak yang meninggalkan trauma terhadap makanan, sehingga meski kelainan organik telah teratasi, anak tetap mengalami masalah makan, menolak makanan yang diberikan,” pungkasnya.