"Banyak negara yang ganja medisnya jalan, tapi rekreasinya tetap dianggap kriminal. Seperti di Eropa misalnya, ada kepemilikan ganja terbatas jadi tidak di penjara. Di Maroko negara muslim, ganja medis itu program dijalankan, tapi jika disalahgunakan tetap ada kriminalisasinya, jadi ini korelasi yang berbeda," jelas Dhira.
Di sisi lain, Pemred Suara.com, Suwarjono membenarkan cukup sulit melawan stigma ganja medis yang sudah sangat melekat di Indonesia. Namun ia menyarankan, agar edukasi ini harus dibarengi dengan percontohan kasus sehingga lebih mudah dipahami masyarakat.

"Jadi cara paling mudah itu dengan menggandeng kasus, misalnya orang-orang yang sakit sangat membutuhkan ganja medis. Atau kisah orang yang memang terbukti berhasil sembuh berkat ganja medis, itu jadi menarik bagi pembaca," timpal Suwarjono.
Terakhir Dhira menjelaskan, saat ini Yayasan Sativa Nusantara yang dipimpinnya sedang berfokus membentuk tim penelitian, dengan harapan rampung di akhir 2023. Fokus pertama yang dituju yakni meneliti ganja medis sebagai pengobatan anti kejang.
"Fokus saat ini buat obat ganja sebagai anti kejang, sesuai kondisi Pika, sebagai anak yang mengidap cerebral palsy atau lumpuh otak yang kondisinya dikawal yayasan. Kisah Pika ini juga viral, karena ibunya Santi Warastuti yang putus asa memberikan ganja agar anaknya lebih tenang dan bisa sembuh dari kejang, walau tahu tindakannya ilegal di Indonesia," tutup Dhira.