Bulan Kewaspadaan Kanker Tulang, Benarkah Penderitanya Tidak Bisa Bertahan Sampai 5 Tahun?

Selasa, 04 Juli 2023 | 20:40 WIB
Bulan Kewaspadaan Kanker Tulang, Benarkah Penderitanya Tidak Bisa Bertahan Sampai 5 Tahun?
ilustrasi kanker tulang (freepik.com/freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bulan Kewaspadaan Kanker Tulang Internasional diperingati setiap tahunnya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, terhadap salah satu penyakit mematikan ini.

Tak main-main, Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI), Prof. Dr. dr Ferdiansyah, SpOT(K) mengatakan peluang hidup pasien kanker tulang maksimal yaitu 5 tahun.
Kanker tulang adalah penyakit tumor ganas yang bermula di tulang. Tulang berfungsi sebagai alat gerak dan pembentuk struktur tubuh, tempat melekatnya otot dan daging, dan pelindung organ lunak di dalamnya.

Sel kanker bisa menyerang bagian tulang mana pun pada tubuh Anda, mulai dari tulang belakang, tulang ekor, tulang punggung, tulang rusuk, tulang pinggul, maupun tulang pada kaki (lutut atau lutut), tangan, tengkorak (tulang kepala), leher, rahang, bahkan pipi.

Kondisi memprihatinkan ini terjadi karena di Indonesia mayoritas kanker tulang baru ditemukan, terdeteksi, atau datang menjalani pengobatan ke rumah sakit saat kondisi sudah kritis dan menjelang stadium berat.

Baca Juga: Kapan Penderita Skoliosis Mesti Dibawa ke Dokter?

Ilustrasi tulang, fungsi tulang (Pixabay)
Ilustrasi tulang, kanker tulang (Pixabay)

"Karena angka harapan hidup kanker tulang itu 30 persen hingga 80 persen. Sedangkan 80 persen ini bisa didapatkan jika ditemukan, terdeteksi dan diobati dengan maksimal sejak stadium awal," ungkap Prof. Ferdiansyah dalam acara diskusi virtual, Selasa (4/7/2023).

Namun karena lambatnya deteksi kanker tulang, karena gejalanya dianggap sebagai kondisi ringan seperti benjolan dan nyeri yang tidak hilang meski sudah mengonsumsi obat, akhirnya membuat masyarakat abai.

Apalagi dengan gejala benjolan dan nyeri tidak hilang ini, masyarakat lebih pilih menjalani pengobatan tradisional atau menjalani terapi urut, yang sayangnya meningkatkan penyebaran sel kanker ke seluruh tubuh.

"Budaya kita dipijat, kalau dipijat kanker lebih cepat menyebar dan lebih parah. Jadi langsung ke dokter atau periksa kalau ada gejala benjolan dan nyeri yang tidak kunjung hilang, karena kalau ke alternatif fatal sekali akibatnya," terang Prof. Ferdiansyah.

Akibat budaya ini juga, kata dokter yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya itu mengatakan, di Indonesia mayoritas pasien kanker tulang akhirnya harus meninggal di 5 tahun pertama setelah mengetahui kondisinya mengidap penyakit tersebut.

Baca Juga: Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Disiksa Senior Sampai Patah Tulang

Prof. Ferdiansyah menambahkan, meski jumlah kanker tulang tidak sebanyak kanker paru, kanker payudara atau kanker rahim, yakni 5 hingga 12 persen per 1 juta penduduk. Tapi peluang hidup yang rendah dan risiko kematian inilah yang harus jadi perhatian.

"Dari donor ada problem besar, yaitu sedikitnya yang mau mendonorkan tulang bila sudah meninggal. Ada juga menggunakan implan tapi sangat mahal seharga 1 mobil sekitar Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Sedangkan kebanyakan datang dari yang kurang mampu, jadi diharapkan pemerintah bisa membantu," tutup Prof. Ferdiansyah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI