Suara.com - Hasil riset menunjukan rokok kretek dan rokok putih atau rokok mild berperasa meningkatkan risiko bertambahnya jumlah perokok di Indonesia. Hal ini terungkap melalui riset Institute of Global Tobacco Control (IGTC) di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, yang berseberangan dengan misi Indonesia mengurang prevalensi perokok.
Adapun perasa rokok ini hadir dalam bentuk perasa kimia yang tinggi. Sehingga rokok yang memicu berbagai penyakit kronis dari mulai kanker paru, serangan jantung, edema paru atau paru berdarah, hingga infertilitas ini jumlahnya semakin banyak.
"Berbagai perasa kimiawi dipasarkan pada konsumen di Indonesia, di antaranya ada senyawa cengkeh seperti eugenol, menthol, dan perasa kimiawi tambahan lainnya. Menghisap eugenol, yakni bahan kimia utama pada rokok kretek menyebabkan paparan partikulat, nikotin, tar dan karbon monoksida pada setiap batangnya lebih tinggi dibandingkan bahaya kesehatan yang sudah ada di rokok putih," tulis keterangan penelitian tersebut yang diterima suara.com, Sabtu (1/7/2023).
Situasi semakin diperparah dengan tidak adanya larangan produk tembakau perasa di Indonesia. Apalagi jumlah perokok di Tanah Air mencapai 68 juta perokok dewasa, dan belum termasuk perokok anak yang juga jadi permasalahan.
Sehingga pada 2020 sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas adalah perokok, dan 72 persen di antaranya merupakan lelaki.
Angka perokok ini bisa terus bertambah, jika tidak ada kebijakan pelarangan rokok berperasa. Bahkan kebanyakan perokok ini mengonsumsi rokok kretek dengan campuran cengkeh.
“Perasa meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar US$ 1.6 juta pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225.000 per tahun,” ujar Peneliti IGTC, Beladenta Amalia.
Adapun proses penelitian ini berlangsung sejak 2021 hingga 2022, dengan cara IGTC membeli 24 jenis merek kretek dan 9 jenis merek rokok putih. Peneliti kemudian mencari kadar kandungan perasa kimia di tiap batangnya.
Tidak kurang dari 180 perasa kimia individual yang diteliti, diantaranya eugenol yakni senyawa perasa cengkeh, empat jenis senyawa cengkeh yang lain, dan menthol.
Baca Juga: Kemenkes: Orangtua Perokok Bikin Anak Gak Bisa Tumbuh Seperti Teman Sebaya
Kandungan eugenol yang signifikan terdeteksi pada 24 merek kretek, berkisar antara 2,8 hingga 33,8 miligram per batang, namun tidak ditemukan di semua merek rokok putih.
Sedangkan mentol terdeteksi pada 14 dari 24 jenis kretek, dengan tingkat yang bervariasi antara 2,8 hingga 12,9 miligram per batang. Selain itu, mentol juga ditemukan pada 5 dari 9 merek rokok putih, dengan nilai dari 3,6 hingga 10,8 miligram batang.
Perasa kimia lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan pada banyak kretek dan rokok putih yang diteliti.
Harapannya, penelitian ini bisa mendorong pelarangan rokok berperasa di Indonesia untuk mencegah bertambahnya jumlah perokok. Apalagi jika kebijakan ini diterpkan bisa meningkatkan peluang berhenti merokok yang sedang diperjuangkan pemerintah Tanah Air.
"Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia untuk mengatasi masalah daya tarik kretek dan produk tembakau lainnya dengan melarang penggunaan perasa kimia. Terlebih dengan adanya kaitan antara bahan tersebut dengan meningkatnya penggunaan tembakau dan biaya-biaya sosial terkait," tutup keterangan penelitian tersebut.