Suara.com - Memperingati Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN yang jatuh pada 15 Juni setiap tahunnya, masih banyak masyarakat yang belum tahu singkatan 3M cegah DBD sudah berubah loh.
Jika sebelumnya singkatan 3M terdiri dari menguras penampungan air, menutup penampungan air dan mengubur barang bekas, kini sudah berubah. Pada M yang terakhir sudah tidak lagi diartikan mengubur melainkan mendaur ulang barang bekas.
Apalagi mengutip situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kamis (15/6/20233) menyebutkan kini program sudah diubah menjadi 3M+ yang ditambah dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Plus yang dimaksud ini yaitu dengan menaburkan bubuk larvasida di tempat penampungan air yang sulit dibersihkan atau sulit untuk dikuras. Larvasida berfungsi sebagai pembunuh larva nyamuk sehingga tidak bisa menetas atau berkembang menjadi nyamuk.
Baca Juga: Hingga September, Ratusan Kasus DBD Terjadi di Kutim , 1 Orang Meninggal Dunia
Seperti diketahui, virus dengue penyebab DBD umumnya dibawa dan ditularkan nyamuk aedes aegypti dengan cara menggigit manusia. Uniknya nyamuk ini cenderung menyukai air yang tenang dan bersih untuk berkembang biak. Bahkan ia bisa beterbangan dan berseliweran di siang hari karena terang.
"Ditambah mirisnya di perkotaan, banyak perkantoran yang masih terang karena sinar lampu saat malam hari, sehingga DBD ini semakin mengancam karena nyamuknya di perkotaan bisa menyerang 24 jam," ujar Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Anggraini Alam, SpA(K) dalam acara di Jakarta beberapa waktu lalu.
Akibat sebaran nyamuk ini ada di perkotaan, Kemenkes juga menyarankan masyarakat untuk menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan lotion anti nyamuk, pakai kelambu saat tidur, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi rumah, dan tidak menggantung pakaian di dalam rumah.
Selain itu kata Kemenkes, 3M+ dan PSN saja tidak cukup karena perlu dilakukan Jumantik yaitu juru pemantau jentik. Berupa orang yang melakukan pemeriksaan, pemantauan, dan pemberantasan jentik nyamuk.
Programnya berupa satu rumah satu jumantik, dimana di satu rumah ada satu orang yang ditugaskan untuk lakukan 3M+ dan PSN.
Baca Juga: Komisi IX Sebut Teknik Wolbachia Dinilai Belum Efektif Turunkan Kasus DBD di Indonesia
Upaya paling baru, Kemenkes juga memanfaatkan teknologi Wolbachia. Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami pada serangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti. Bakteri ini bisa melumpuhkan virus dengue, khususnya bila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah.
Sementara itu data Kemenkes menunjukan di awal 2023 hingga minggu ke-20, menunjukan tercatat 33.027 kasus DBD dengan 258 kematian.
Padahal Kemenkes juga punya target, di 2030 tidak ada penemuan kasus kematian DBD. Dengan sebelumnya di 2024, lebih dulu ditargetkan kasus DBD berkurang hanya 10 per 100.000 penduduk.
Adapun virus dengue penyebab DBD biasanya menginfeksi nyamuk aedes betina menghisap darah pasien DBD yang sedang dalam fase demam akut (viraemia), yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk ini lalu menjadi infektif atau bisa menularkan dalam waktu 8 hingga 12 hari, bahkan bisa tetap menularkan selama hidupnya jika virus itu masih ada di tubuh nyamuk tersebut.
Gejala awal DBD antara lain demam tinggi mendadak berlangsung sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakan bola mata dan nyeri punggung, kadang disertai adanya tanda-tanda perdarahan.
Pada kasus yang lebih berat DBD dapat menimbulkan nyeri ulu hati, perdarahan saluran cerna, syok, hingga kematian. Masa inkubasi penyakit ini 3 hingga 14 hari, tetapi pada umumnya 4 hingga 7 hari.