Gizi Buruk Masih Jadi Problem Utama di Jakarta

Iman Firmansyah Suara.Com
Senin, 12 Juni 2023 | 06:30 WIB
Gizi Buruk Masih Jadi Problem Utama di Jakarta
Edukasi pemenuhan gizi anak di Jakarta. (Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagai kota ibukota dan berada dekat dengan pusat pemerintahan, Kota Jakarta seharusnya menjadi contoh keberhasilan peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat. Namun kenyataannya, gizi buruk masih menjadi hantu yang membayangi sebagian balita di Ibukota.

Prevalensi stunting di ibukota berdasarkan SSGI 2022, masih berada di kisaran 14,8%.

Sebagaimana diketahui, stunting sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta melaporkan pada September 2022, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta berada pada angka 502.040 jiwa. Jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 7,11 ribu jiwa atau 1,44% selama periode Maret-September 2022.

Meski terjadi penurunan tingkat kemiskinan, kenyataannya problem gizi dan kesehatan anak masih terus bermunculan. Karena itu, bila dirunut dari kasus-kasus stunting dan kesehatan anak khususnya yang dialami oleh masyarakat di wilayah marjinal dan padat penduduk, sebagian besar faktor penyebabnya adalah ketidaktahuan orang tua tentang asupan gizi untuk anak serta gaya hidup dan kebiasaan makan keluarga yang keliru.  

Baca Juga: Balita 3 Tahun Positif Narkoba Setelah Diberi Minum Tetangga

Ketua Bidang Advokasi YAICI, Yuli Supriati,  menuturkan selama balita kenyang dan tidak rewel bagi sebagian orang tua dianggap sudah cukup. “Masih lumrah di masyarakat kita anggapan anak sehat itu adalah anak sudah makan, kenyang, tidak rewel. Sementara yang memperhatikan apakah anak sudah mendapat protein hewani yang cukup, vitamin dan kalsium dan zat-zat gizi lainnya masih jarang,” jelas Yuli.

Yuli yang saat itu sedang mendampingi kader Aisyiyah yang melakukan survey tentang asupan gizi balita menuturkan pada umumnya, orang tua melakukan praktik pengasuhan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang juga dilakukan orang tuanya di masa lalu.

“Rata-rata yang kami temui adalah pengasuhan anak itu diturunkan. Jadi ibu-ibu muda saat ini, melakukan pengasuhan anak bedasarkan apa yang dilakukan orang tuanya dulu. Jadi, meskipun mereka rajin ke Posyandu, di edukasi oleh kader tentang apa yang baik dan tidak baik untuk anak, tapi begitu kembali ke rumah, pengetahuan tersebut diabaikan,” beber Yuli.

Diantara temuan-temuan kebiasaan yang salah yang masih dilakukan orang tua dalam praktik pengasuhan anak adalah kebiasaan kosumsi susu.

“Kita tahu susu baik untuk anak karena mengandung protein hewani yang dibutuhkan oleh anak. Tapi masih banyak yang tidak paham mengenai ini, jadi masyarakat hanya beranggapan minum susu itu penting, tapi tidak paham. Akibatnya, masih banyak yang memberikan anaknya kental manis, yang penting anaknya minum susu,” jelas Yuli.

Baca Juga: Identitas Penghina Ameena Anak Atta Halilintar Terungkap: Istri Polisi Berprofesi Guru

Vina (28 tahun) salah satu ibu muda yang ditemui Yuli mengaku anaknya yang berusia 1 tahun 9 bulan ini baru saja keluar dari ruang perawatan intensif (NICU) di rumah sakit. Ia mengaku baru saja dimarahi dokter di rumah sakit karena memberikan kental manis untuk minuman susu anaknya.

“Ini baru pulang dari rumah sakit. Badannya lemas dan berat badannya terus menurun. Pas dokter tanya anak saya minum susunya apa, saya jawab dikasih kental manis. Habis itu saya langsung dimarahi,” ujar Vina.

Tak berbeda jauh dengan Vina, Syifa (32 tahun) pun anaknya memiliki kondisi yang serupa. Anaknya yang berusia 1 tahun 7 bulan saat ini sulit berjalan. Di awal wawancara, Syifa tidak mengakui anaknya diberi kental manis. Namun dalam perbincangan lebih lanjut, Syifa mengakui anaknya sehari-hari mengkonsumsi kental manis. “Kan di iklan-iklan katanya susu,” jelas Syifa.

Kasi Kesra Kelurahan Kedaung Kali Angke, Zakir menyatakan keprihatinannya dengan kasus-kasus gizi buruk yang dialami banyak balita di daerahnya.

"Di awal saya ditugaskan di sini, sekitar 2 tahun lalu, itu banyak saya lihat balita-balita yang kurang gizi yang orang tuanya sendiri nggak paham. Karena selama ini mereka melihat anaknya makan, tapi begitu ditanya makannya apa ternyata jajanan-jajanan yang nggak bergizi sama sekali, ya itu tadi, kita ngasuh anak mengikuti bagaimana orang tua dulu mengasuh kita, termasuk pemberian kental manis, dulu iklannya susu, sekarang sudah tidak ada iklannya tapi masih diberikan untuk anak, ” jelas Zakir.

Karena itu, guna mengatasi permasalahan gizi buruk dan  stunting, ia bersama jajarannya melakukan berbagai upaya agar masyarakat lebih sadar bahaya gizi buruk. “Yang paling efektif adalah kita optimalkan posyandu. Agar masyarakatnya pintar kader Posyandunya juga harus pintar, jadi kita fokus dulu ke pembenahan Posyandu dan pembekalan kader,” jelas Zakir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI