Angka Stunting Masih Tinggi, Ahli: Banyak Keluarga Lebih Pentingkan Beli Rokok Dibanding Makanan Bergizi

Rabu, 31 Mei 2023 | 12:29 WIB
Angka Stunting Masih Tinggi, Ahli: Banyak Keluarga Lebih Pentingkan Beli Rokok Dibanding Makanan Bergizi
Ilustrasi rokok - larangan rokok ketengan mulai kapan (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masalah rokok hingga saat ini masih menjadi persoalan, tidak hanya perkara ekonomi tetapi juga kesehatan. Pasalnya, rokok sendiri secara tidak langsung menjadi penyebab tingginya angka stunting di Indonesia.

Dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) ditemukan, kejadian stunting pada anak dari keluarga perokok lebih tinggi 15,5 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang bukan perokok.

Ketua Kelompok Kerja Bidang Rokok PDPI, Dr Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K), mengatakan, tingginya stunting pada keluarga perokok itu terjadi karena finansial mereka banyak dihabiskan untuk membeli rokok.

Ilustrasi stunting, tinggi badan anak. (Envato Elements)
Ilustrasi stunting, tinggi badan anak. (Envato Elements)

Lebih parahnya, mereka yang mengutamakan membeli rokok itu masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. Padahal, bisa saja uang tersebut difokuskan untuk membeli berbagai makanan bergizi yang berdampak baik bagi anak.

Baca Juga: Upaya Berantas Rokok Ilegal di Sumedang, Kantor Bea Cukai Bandung: Lapor Bila Ada

“Konsumsi rokok jadi beban ekonomi. Pembelanjaan rokok di peringkat kedua setelah pangan. Ini juga berkaitan dengan stunting. Jadi rumah tangga dengan penghasilan menengah ke bawah yang mengutamakan membeli rokok dibandingkan anak-anaknya, itu juga jadi faktor menyebabkan tingginya angka stunting di Indonesia,” ungkap Dr Feni dalam Konferensi Pers ‘Kita Butuh Makanan Bukan Tembakau’ PDPI, Selasa (30/5/2023).

Tidak hanya itu, menurut Dr Feni, dari kebiasaan merokok itu juga bisa menjadi contoh pada anak-anak. Mereka bisa saja meniru perilaku kebiasaan merokok orang tuanya. Padahal rokok sendiri memberikan dampak negatif bagi kesehatan, terutama ketika melakukannya di usia dini.

“Selain mencoba-coba, ketika anak melakukannya di usia dini ini akan bahaya potensi adiksi, bisa juga pintu masuk narkoba, sehingga bisa sebabkan berbagai masalah lain,” sambungnya.

Di sisi lain, angka perokok di Indonesia hingga saat ini semakin bertambah. Berdasarkan data Riskesdas, pada 2011 jumlah perokok sekitar 60,3 juta. Angka tersebut mengalami kenaikan menjadi 69,1 juta di 2021.

Tidak hanya pada orang tua, perokok juga banyak terjadi pada remaja. Apalagi, kini juga tersedia rokok elektrik atau vape yang sering digunakan generasi muda.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Genjot Penanganan Stunting di Jateng lewat Program Beras Fortifikasi

Vape sendiri mengalami kenaikan pesat. Berdasarkan data pada 2011, jumlah perokok vape sendiri hanya sekitar 0,3 persen. Namun, hingga kini perokok vape sudah meningkat hingga mencapai 3 persen.

Oleh sebab itu, Dr Feni berharap adanya kontrol sosial di masyarakat demi mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Pasalnya, hal ini tidak hanya bisa sebabkan stunting pada anak, tetapi kesehatan jangka panjang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI